TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pertimbangan Golkar membacakan pendapatnya atau permohonan intervensi soal sengketa kepengurusan yang kini sedang ditangani dalam sidang di Mahkamah Partai.
Melalui suratnya, Ketua Dewan Pertimbangan Akbar Tandjung ingin agar kubu Munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie dan Munas Ancol yang diketuai Agung Laksono menggelar musyawarah nasional ulang. "Agar dilakukan munas gabungan dengan kepanitiaan netral yang demokratis dan partisipatif oleh kedua pihak," kata juru bicara Dewan Pertimbangan Golkar, Ibrahim Ambong, di kantor DPP Golkar di Jalan Anggrek Nelli, Jakarta Barat, Rabu, 25 Februari 2015.
Akbar, lewat suratnya, mengatakan, kalau persidangan pada forum Mahkamah Partai tidak dilakukan cepat, Golkar bisa merugi. "Dapat mempengaruhi keikutsertaan Golkar dalam pilkada serentak 2015," kata Ambong.
Kalau Golkar tidak bisa mengikuti pilkada, kata Akbar, moral kader di daerah bisa turun. "Kader Golkar bisa juga nantinya bakal meninggalkan partai."
Akbar Tandjung dan jajaran Dewan Pertimbangan menyarankan agar perselisihan di antara keduanya diselesaikan secara tradisi kekeluargaan. Pertikaian yang terjadi, tulis Akbar, bertentangan dengan cita-cita bakti Golkar.
Dalam persidangan, anggota Mahkamah Partai, Andi Matalatta, menyoal netralitas kedua panitia yang bakal dibentuk untuk munas gabungan. Andi bertanya kepada Ibrahim Ambong apakah hadir pada Munas Golkar kemarin. Menjawab ini, Ibrahim mengaku hanya datang ke Munas Bali, tanpa menghadiri Munas Ancol, Jakarta. "Anda mengatakan perlu munas ulang yang demokratis namun Anda hanya datang di Munas Bali."
Ketua Mahkamah Partai Muladi mengatakan hanya menerima substansi intervensi, yakni ada usulan agar ada munas gabungan. "Namun secara prosedural tidak."
Sekretaris Jenderal Idrus Marham mengatakan munas bersama bisa membuat preseden buruk. Musababnya, ke depan, segala kode etik yang dilanggar bisa dirampungkan dengan munas gabungan. "Yang benar adalah penegakan hukum harus konsisten."
MUHAMMAD MUHYIDDIN