TEMPO.CO, Yogyakarta- Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsudin Haris menilai tekanan besar PDIP ke Presiden Jokowi bisa menyebabkan kondisi pemerintahan akan labil sampai lima tahun mendatang. Karena itu, dia berharap, PDIP menghentikan sikap politik yang menganggap Jokowi sebagai petugas partai padahal saat ini sedang menjadi kepala negara. "Semoga saja tidak berlanjut," kata Syamsudin di Fisipol UGM, pada Senin, 23 Februari 2015.
Menurut dia gangguan ke pemerintahan, yang justru datang dari partai pendukung utama presiden, akan membuat banyak agenda program lima tahunan mandeg. Persoalannya memang karena Jokowi bukan pemimpin partai politik. "Jadi, kuncinya PDIP yang harus tunduk pada Jokowi," kata Syamsudin.
Baca Juga:
Tekanan dari PDIP ke Jokowi untuk mengakomodasi agenda politiknya di pemerintahan memiliki risiko besar. Syamsudin memperkirakan ada kemungkinan struktur koalisi pendukung dan oposisi pemerintah akan berubah. "Bisa terjadi, kalau Jokowi tidak mau didikte oleh Mega (Ketua Umum PDIP, Megawati Sukarno Putri)," kata dia.
Sebelumnya, terungkap hubungan Presiden Jokowi dan Megawati Soekarnoputri belum normal setelah Presiden membatalkan pelantikan calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Jokowi memutusan untuk mengusulkan calon Kapolri baru yakni Komisaris Jenderal Badrodin Haiti yang kini menjabat sebagai Wakil Kapolri.
Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan hubungan antara Presiden Jokowi dan Megawati Soekarnoputri belum seperti sedia kala. "Masih ada hal-hal psikologis setelah kejadian itu," katannya kepada Hasto pada Tempo di Jakarta, Ahad, 22 Februari 2015.
Tapi, Hasto menegaskan bahwa ke depan pasti hubungan di antara keduanya akan kembali normal. "Keduanya adalah pemimpin, tidak mungkin mengutamakan kepentingan sendiri. Yang penting jangan sampai ada krisis kepemimpinan," katanya.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM