TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud Md. menilai proses sidang sengketa pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat pada 2010 berlangsung sesuai dengan hukum acara. Karena itu, dia khawatir kasus yang kini menjadikan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka itu bisa membahayakan keberadaan MK.
"Itu mengancam MK juga secara enggak langsung," ujar Mahfud di gedung KPK, Jumat, 6 Februari 2015.
Menurut dia, semua saksi sudah disumpah terlebih dulu saat dimintai keterangan. Namun, setelah bersidang, ada beberapa saksi disuruh datang ke notaris dan mengaku telah membuat kesaksian yang tidak benar.
"Nanti kalau seluruh perkara akan begitu. Padahal sidangnya sudah benar. Orang jadi takut bersaksi nantinya. Orang yang beperkara kalau sudah kalah nanti ke notaris aja, lalu panggil saksinya suruh ngaku. Kan, celaka kalau begitu," kata Mahfud.
Dia mengaku sudah membicarakan proses sidang sengketa pilkada Kotawaringin Barat dengan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti. Mahfud juga telah meminta Badrodin agar kasus ini diselesaikan dengan baik dan tanpa ada konflik.
Sebelumnya, kepolisian menetapkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sebagai tersangka karena mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu. Saat itu Bambang Widjojanto menjadi pengacara pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto. Ia didampingi kuasa hukum lain, yakni Iskandar Sonhadji, Diana Fauziah, dan Hermawanto. Sebagai pemohon, mereka meminta agar MK memenangkan kliennya dengan argumen telah terjadi pelanggaran masif, sistematis, dan terstruktur di sejumlah kecamatan pada pemilihan 5 Juni 2010.
Kubu Ujang-Bambang memohon MK mengoreksi keputusan KPU daerah yang memenangkan lawannya. Ujang-Bambang hanya mendapat 55.281 suara. Adapun lawannya, pasangan Sugianto-Eko Soemarno, memperoleh 67.199 suara.
MK mengabulkan permohonan itu dengan amar putusan: mendiskualifikasi pasangan Sugianto-Eko Soemarno dan memerintahkan KPU Kabupaten Kotawaringin Barat menetapkan pasangan Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto sebagai bupati dan wakil bupati terpilih. Alasannya, Sugianto-Eko dinyatakan melakukan pelanggaran sangat serius yang membahayakan demokrasi, serta mencederai prinsip hukum dan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, jujur, dan adil.
Setelah dibacakan putusan, 3 dari 68 saksi Ujang membelot ke kubu Sugianto dan mencabut keterangannya saat bersidang. Tiga orang ini menyatakan di bawah akta notaris telah diarahkan oleh kubu Ujang untuk memberikan kesaksian palsu.
Sugianto lalu menjadikan pengakuan tiga orang itu sebagai bukti melaporkan Ujang ke Bareskrim Polri. Setelah melalui proses penyidikan, kasus itu ditutup karena dianggap tak ada bukti yang cukup. Namun, pada 19 Januari 2015, Sugianto kembali melapor ke Bareskrim dengan tuduhan yang sama. Selang empat hari, Polri langsung menetapkan Bambang Widjojanto sebagai tersangka.
LINDA TRIANITA