TEMPO.CO, Sorong - Pemilik rekening gendut Rp 1,5 triliun, Labora Sitorus, menolak menyerahkan diri kepada kejaksaan untuk kemudian dipenjarakan. Labora heran dengan sejumlah petugas penegak hukum yang mengunjungi dirinya untuk bernegosiasi agar dia menyerahkan diri.
“Seorang terpidana tidak bisa dibujuk secara persuasif. Ini malah ada negosiasi supaya saya dikembalikan ke LP, ada apa ini? Kalau saya dianggap bersalah, seharusnya saya langsung ditangkap. Kenapa harus ada negosiasi?” ujar Labora saat ditanyai Tempo, Kamis, 5 Februari 2015.
Saat ditemui di kediamannya yang menyatu dengan pabrik pengolahan kayu di Kelurahan Rufei, Sorong Barat, Kamis petang, Labora terlihat tidak begitu segar. Kedua tangannya dibalut perban cokelat dan wajahnya kusut. Ia juga tak melempar senyum sedikit pun.
“Saya sakit, sudah lima bulan kena stroke ringan. Saya tidak bisa mengangkat tangan atau berjalan. Semua kebutuhan, saya dilayani, dari mandi sampai makan-minum,” ujar Labora.
Dengan mengenakan baju batik merah, Labora duduk di sofa panjang. Di sekelilingnya, beberapa orang berjaga. Di depan Labora, tidak begitu jauh dalam ruangan sekitar 6 x 6 meter, terdapat beberapa meja dan sebuah unit komputer yang dioperasikan kerabatnya.
Labora menolak disebut masuk dalam daftar pencarian orang. “Saya tidak lari, kok. Saya ada di rumah. Kenapa saya harus disebut DPO? Saya salah apa sampai saya harus dicari seperti koruptor,” tutur Labora.
Labora ditangkap penyidik Badan Reserse Kriminal Polri dalam kasus dugaan penimbunan bahan bakar minyak dan kayu di Raja Ampat pada 19 Mei 2013. Penangkapan itu dilakukan setelah Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan Labora memiliki rekening gendut sebesar Rp 1,2 triliun.
Pada 17 September 2014, Mahkamah Agung menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan kepada Labora. Vonis ini sesuai dengan permohonan kasasi jaksa, sekaligus menolak permohonan Labora ketika itu.
JERRY OMONA