TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengaku sakit belakangan ini. Menurut dia, nyeri di tulang ekornya masih sering kambuh. "Iya masih sakit, punggung sakit," kata bekas politikus Partai Golkar itu di Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu malam, 4 Februari 2015.
Menurut Akil, kondisi tubuhnya sedang menurun. Sebab, belakangan ini dia terserang demam. "Aduh saya lagi batuk, lagi pilek pula," katanya lagi. Saat ditemui di depan pintu rumah tahanan KPK pukul 23.43 Wib, Akil terlihat agak letih. Tak seperti ketika masih menjadi hakim, kali ini dia membiarkan lehernya dipenuhi janggut yang sudah memutih.
Nama Akil Mochtar mencuat setelah dia dicokok oleh penyidik KPK karena ketahuan menerima suap dari keluarga bekas Gubernur Banten Atut Chosiyah Chasan terkait dengan persidangan sengketa hasil pemilihan kepala daerah Lebak, Banten di Mahkamah Konstitusi.
Akil semakin mencuat lagi setelah dia divonis hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Sekarang, Akil sedang menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung di Rumah Tahanan KPK.
Usai menjalani pemeriksaan 2,5 jam oleh Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Rabu, 4 Februari 2015 malam, Akil Mochtar, menyatakan ada pengaturan hasil sidang sengketa pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Sengketa akhirnya dimenangkan pasangan Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto.
"Ya memang ada," kata Akil diperiksa sebagai saksi untuk Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto. Namun saat disinggung lebih jauh soal pengaturan, Akil menolak berkomentar. Terdakwa kasus suap pilkada di Mahkamah Konstitusi itu langsung menuju mobil Toyota Innova warna hitam didampingi penyidik.
Pada 2010 lalu, Akil menangani sengketa pilkada Kotawaringin Barat. Saat proses sengketa masih berlangsung, Akil pernah bertemu dengan Bambang yang menjadi kuasa hukum kubu Ujang-Bambang. Pertemuan terjadi di mobil Akil.
Sugianto Sabran, kubu yang kalah dari sengketa pilkada Kotawaringin Barat, melaporkan Bambang ke Bareskrim, 19 Januari 2015. Selang empat hari, Bambang ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan memerintahkan saksi memberikan keterangan palsu di persidangan.
Bambang dijerat dengan Pasal 242 ayat 1 juncto Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia itu terancam hukuman penjara selama tujuh tahun. Senin lalu, dia diperiksa penyidik untuk yang kedua kalinya.
MUHAMAD RIZKI | SINGGIH SOARES