TEMPO.CO, Kupang - Rencana pembentukan Provinsi Flores yang terpisah dari Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga saat ini masih terkatung-katung. Rencana itu masih terhambat penetapan lokasi ibu kota.
"Sampai sekarang, para bupati di daratan Flores masih ributkan soal lokasi ibu kota," kata Kepala Biro Tata Pemerintahan NTT Silvester Banfatin kepada wartawan, Kamis, 5 Februari 2015.
Hingga saat ini, menurut Silvester, belum ada usulan dari Panitia Pembentukan Provinsi Flores ke DPRD atau Pemerintah Provinsi NTT untuk ditindaklanjuti terbentuknya provinsi tersebut. Usulan tersebut masih digodok di Flores.
Karena itu, ujar Silvester, Pemprov NTT akan membentuk tim untuk mengkaji lokasi ibu kota dan persyaratan lain sesuai dengan ketentuan undang-undang. Kajian lokasi ibu kota dibagi dalam tiga zona. "Kalau per kabupaten, butuh anggaran yang cukup besar, sehingga dibagi dalam tiga zona," tuturnya.
Pemprov NTT, kata dia, telah menyiapkan dana untuk melakukan kajian. Dari total anggaran Rp 1 miliar untuk pemekaran wilayah, setengahnya akan dialokasi untuk rencana pembentukan Provinsi Flores. "Kalau diusulkan, kami siap untuk terus ke pemerintah pusat untuk ditetapkan," ujarnya.
Wakil Bupati Manggarai Timur Agas Andreas menuturkan masalah lokasi ibu kota Provinsi Flores ini memang menjadi penghambat pembentukan provinsi tersebut. Bagaimana tidak, sembilan kabupaten di daratan Flores menginginkan agar lokasi ibu kota berada di kabupaten mereka. "Belum ada kesepakatan lokasi ibu kotanya," kata Agas.
Karena itu, dia menyarankan agar lokasi ibu kota ditempatkan di kabupaten di daratan Flores yang masih memiliki lahan kosong seluas 100 hektare untuk pengembangan ibu kota. Lahan itu, menurut dia, hanya berada di tiga lokasi, yakni di Nagekeo serta perbatasan Manggarai Timur dan Ngada. "Harus ada bupati yang berani bahwa kami miliki lahan 100 hektare untuk bangun ibu kota," ujarnya.
YOHANES SEO