TEMPO.CO, Jakarta -Kecaman terhadap Presiden Jokowi yang menunjuk Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kepala Kepolisian RI terus bergulir. Jokowi dinilai melupakan program "reformasi penegakan hukum yang bebas korupsi" yang ia janjikan saat kampanye pemilihan presiden.
Dalam beberapa hal, ada kesamaan cara dan pilihan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika menentukan Komisaris Jenderal Sutanto sebagai calon Kapolri pada 2005 dibandingkan dengan pilihan Jokowi saat ini. (Baca:Calon Kapolri: Tiga Persamaan Pilihan Jokowi dan SBY)
Hanya, muncul pula perbedaan yang mencolok. Setidaknya ada tiga perbedaan situasi dan pilihan calon Kapolri yang diajukan oleh dua Presiden itu:
1. Mulus vs Heboh
Pencalonan Komisaris Jenderal Sutanto pada 2005 berjalan mulus. Saat diajukan oleh Presiden Yudhoyono ke DPR, Sutanto memimpin Badan Narkotika Nasional. Tak ada aksi menentang yang dilancarkan kalangan aktivis antikorupsi. Pada awal Juli 2005, DPR pun Setuju-Sutanto Diangkat Menjadi Kepala Polri.
Kali ini usulan Jokowi ditentang keras oleh aktivis antikorupsi. Mereka bahkan membuat petisi online yang mendesak Presiden membatalkan pencalonan Budi Gunawan. Petisi yang digagas oleh aktivis Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho ini meminta Jokowi melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam proses pemilihan Kapolri. (Baca: Petisi Desak Jokowi Batalkan Budi Gunawan)
2. Jenderal Antijudi vs Rekening Gendut
Sutanto dikenal sebagai jenderal antijudi dan ia juga melanjutkan operasi pemberantasan judi ketika menjadi Kapolri. Lelaki kelahiran Pemalang, 30 September 1950 itu merupakan lulusan terbaik di Akademi Kepolisian pada 1973. Karirnya kepolisiannya lengkap. Ia pernah menduduki posisi penting seperti Kapolda Sumatera Utara dan Jawa Timur.
Budi Gunawan pun sebetulnya memiliki prestasi yang bagus. Lelaki kelahiran Solo, 11 Desember 1959, ini merupakan salah satu lulusan terbaik Akademi Kepolisian 1983 dan pernah menjadi Kapolda Bali. Namanya cukup dikenal saat ia menjadi ajudan Presiden Megawati.
Hanya, rekam jejaknya mulai tercemar saat ia disebut memiliki rekening gendut mencapai Rp 54 miliar pada 2010. Pada 2008, ia resmi melaporkan kekayaannya Rp 4,6 miliar. Lima tahun kemudian, harta yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Komisi meningkat drastis menjadi Rp 22,6 miliar. (Baca: Relasi Mantan Ajudan)
Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Yunus Husein menyesalkan pengajuan nama Budi Gunawan. "Calon Kapolri sekarang pernah diusulkan menjadi menteri. Tetapi pada waktu pengecekan info di PPATK & KPK, yang bersangkutan mendapat rapor merah alias tidak lulus," ujar Yunus melalui twitternya @YunusHusein, Ahad, 11 Januari 2015. (Baca: Ternyata Budi Gunawan Dapat Rapor Merah KPK )
3. Bukan Calon Titipan vs Cita Rasa Megawati
Kendati Sutanto merupakan bekas ajudan Presiden Suharto, saat itu tidak muncul spekulasi bahwa ia merupakan calon titipan. Berbeda dengan pencalonan Budi Gunawan kali ini. Sebagai mantan ajudan Presiden Megawati, Budi dianggap sebagai calon yang direstui oleh Mega yang merupakan orang nomor satu di PDI Perjuangan—partai pengusung Jokowi.
Emerson Yuntho bahkan menilai penunjukan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian bukan atas dasar pilihan Presiden Joko Widodo, melainkan pilihan Megawati. "Sebenarnya yang jadi presiden itu Jokowi atau Megawati?" katanya, Sabtu 10 Januari 2015. (Baca: Pilihan Jokowi Cita Rasa Megawati)
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA | RIKY FERDIANTO
Baca juga:
Rekening Budi Gunawan Gendut, Kami Tanya Isu Itu
Ternyata Budi Gunawan Dapat Rapor Merah KPK
Pilih Budi Gunawan, Jokowi Ingkar Janji
Jokowi Ditantang Bongkar Rekening Budi Gunawan
Siapa yang Tangani Rekening Gendut Budi Gunawan
Mega Perintahkan PDIP Terima Budi Gunawan