TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Deputi Ekonomi, Keuangan, dan Pengembangan Kerja Sama Asia Timur dan Pasifik Tumpal M.H. Hutagalung meminta TNI Angkatan Laut melakukan verifikasi asal-usul nelayan sebelum menembak dan menenggelamkan kapal ikan asing ilegal yang beroperasi di Indonesia. Jika dilakukan serampangan, warga suku Bajau yang hidupnya di laut bisa kekurangan stok makanan. (Baca: 2015, Kampung Menteri Susi Punya Pelabuhan Ikan)
"Harus dilihat dulu kapalnya, karena banyak juga kapal milik nelayan tradisional yang menangkap ikan bukan untuk dijual secara besar-besaran. Contohnya, kapal-kapal milik suku Bajau," ujar Tumpal di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Kamis, 18 Desember 2014. (Baca: Alasan Nelayan Sebatik Setor Ikan ke Malaysia)
Menurut Tumpal, warga suku Bajau yang berasal dari Filipina selatan kerap berlayar di perairan Malaysia dan Indonesia. Puluhan tahun, mereka hidup di atas laut dan berlayar mencari ikan. Di Indonesia, suku Bajau tersebar di Berau dan Bontang, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
"Harus ada pengaturan khusus agar penangkapan kapal lebih manusiawi. Kapal mereka jangan disamakan dengan kapal-kapal asing lain," tutur Tumpal.
Penenggelaman kapal, kata Tumpal, cukup efektif membuat kapal asing jera. Kebijakan tersebut juga sesuai dengan Pasal 69 ayat (4) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
PUTRI ADITYOWATI
Berita terpopuler:
Rupiah Jeblok, SBY Bela Jokowi
Rabu Sore, Rupiah Jadi Mata Uang Terkuat di Asia
Rupiah Jeblok, SBY Curhat di Twitter