TEMPO.CO, Jakarta - Ketika raungan sirine ambulans terdengar, Sultoni beranjak dari tempat duduknya, bangku kayu panjang yang disediakan Puskesmas Karangkobar, Banjarnegara. Namun pria 60 tahun itu hanya berdiri sejenak, lalu duduk kembali. Meski tidak menangis, sesekali tangannya menyeka rembesan air mata yang tak kuasa ditahan. Kedatangannya hanya ingin memastikan keluarganya yang tertimbun longsor berhasil ditemukan.
"Saya ikhlas mereka pergi. Namun dada terasa berat jika mereka tak bisa dimakamkan," ujar warga Desa Sumbang ini saat ditemui Tempo di ruang tunggu Puskesmas Karangkobar, Senin, 15 Desember 2014. (Baca: Ribuan Titik Longsor dan Banjir di Sumatera Barat)
Hari ini adalah hari keempat ia menunggu kabar. Sultoni tak menyangka, longsor yang terjadi di Dukuh Jembung Sabtu petang lalu menjadikan delapan anggota keluarganya pergi selamanya.
Kedelapan itu adalah dua anaknya, Wardi dan Chamim; kedua menantunya, Esti dan Martini; serta empat cucunya: Kefin, Sefi, Ratna, dan Rafa. Hingga hari keempat, baru Chamim, Wardi, Sefi, dan Martini yang sudah ditemukan. (Baca: Longsor Banjarnegara, Tujuh Kecamatan Krisis BBM)
Puskesmas Karangkobar ditentukan sebagai tempat penyerahan jenazah kepada keluarga korban. Ratusan warga berkumpul menantikan kabar kedatangan jenazah keluarganya. Suara tangis bersautan dengan sirine ambulans.
Saat ambulans yang mengangkut Martini tiba, Sultoni hanya berdiri. Dia tak mendekat, atau melihat jenazah untuk terakhir kalinya. Ia hanya memerintahkan tetangganya untuk memastikan jenazah yang tiba adalah menantunya. "Saya sudah ikhlas. Biarkan Martini dimakamkan dengan tenang," ujarnya lirih. Untuk mengusir tangis, dia menyulut sebatang rokok, lalu menghisapnya dalam-dalam.
Jenazah Martini tak sempat diturunkan. Keluarga sepakat langsung dimakamkan di pemakaman umum di Dukuh Ngaliyan. Sultoni juga tidak menghadiri pemakaman. Ia bersama istrinya, Boni, 50 tahun, memilih menunggu kabar kedatangan jenazah anggota keluarga yang lain.
Nasiyah, 50 tahun, warga Dusun Gondang juga sudah empat hari menunggu kabar ditemukannya empat keponakannya. Bersama dengan ratusan warga yang lain, ia selalu berharap, sirine yang meraung adalah kabar ditemukannya jenazah keluarganya yang tertimbun longsoran bukit Telaga Lele. Sebagaimana Sultoni, Nasiyah juga mengaku ikhlas kehilangan empat anggota keluarganya, serta puluhan temannya dalam waktu bersamaan. Ia tak tampak menangis.
SOHIRIN | DINDA LEO LISTY
Berita Terpopuler
Ahok: Kelemahan Saya Sudah Cina, Kafir Pula
Susi: Jangankan Cina, Amerika pun Kita Lawan
2 Penyebab Longsor Banjarnegara Versi UGM
Kata KPK Soal Transaksi Mencurigakan Kasus BJB
Kontras Ancam Laporkan Jokowi ke PBB