TEMPO.CO , Kupang: Ratusan nelayan di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), mulai merasakan dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang ditetapkan pemerintah. Pasalnya, biaya operasional penangkapan akan semakin besar, sedangkan harga ikan masih stabil.
Di tempat penampungan ikan (TPI) Oeba, Kota Kupang, misalnya, ditemukan banyak perahu nelayan yang tidak melaut, karena mahalnya BBM. "Kami terpaksa berhenti sementara, karena biaya operasional kami baik dua kali lipat," kata Daud Tima Gah, salah seorang nelayan kepada wartawan, Kamis, 20 November 2014. (Baca juga: BBM Naik, Tangerang Minta Perbaikan Transportasi )
Dalam sekali melaut, menurut dia, nelayan menghabiskan sedikitnya 20 liter solar, karena jauhnya lokasi penangkapan ikan dengan waktu yang mencapai 2-3 hari. Namun dengan kenaikan ini, untuk mencari dibutuhkan solar bisa mencapai 30-40 liter. "Padahal harga ikan tidak pernah naik. Kalau dinaikan tidak laku terjual," katanya.
Tidak hanya itu, kata dia, ketersediaan BBM jenis solar di solar packed dealer untuk nelayan (SPDN) Oeba sangat terbatas sehingga nelayan juga kesulitan mendapatkan BBM. Sedangkan jika membeli di SPBU, nelayan ditolak karena SPBU tidak melayani nelayan.
Sebagian besar nelayan di Kupang baru mengetahui adanya kenaikan BBM saat hendak membeli solar. Pasalnya, saat pengumuman kenaikan mereka sedang melaut. "Saya kaget, saat beli BBM eh, ternyata sudah naik Rp 2.000," katanya.
Namun, dia mengaku tidak mempersoalkan kenaikan harga BBM, tapi stok Solar untuk nelayan selalu tersedia, sehingga nelayan bisa tetap melaut. "Intinya stoknya ada. Jadi kami bisa tetap melaut," katanya.
YOHANES SEO
Berita lain:
Ini Cara Mabes Polri Tes Keperjakaan Calon Polisi
BBM Naik, Jokowi Langgar UU APBN?
Menteri Susi Ternyata Nge-fan dengan Risma