TEMPO.CO, Bandung - Peneliti gempa dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, mengatakan, sebelum terjadi gempa berkekuatan 7,3 skala Richter di perairan Maluku yang memicu tsunami pada Sabtu lalu, lindu dengan kekuatan lebih besar pernah melanda kawasan tersebut.
Dari sejarahnya, ujar Irwan, tercatat gempa disertai tsunami pada 1932 dengan perkiraan kekuatan 8,3 SR melanda Maluku. Sebelumnya, pada 1858, gempa 7,4 SR juga dilaporkan menimbulkan tsunami. “Namun tak diketahui seberapa besar tsunami tersebut,” kata Irwan saat dihubungi Tempo, Sabtu, 15 November 2014. (Baca juga: Zona Gempa Maluku Istimewa)
Pada Sabtu pagi, 15 November 2014, terjadi gempa dengan kekuatan 7,3 SR di perairan Maluku Utara. Pusat gempa berada di laut, 132 kilometer sebelah barat laut Halmahera Barat, Maluku Utara. Kawasan Ternate dan Manado yang paling terdampak. (Baca juga: Kenapa Perairan Maluku Rawan Gempa)
Menurut Irwan, gempa tersebut berasal dari zona subduksi ganda. Zona itu pertemuan dua lempeng besar, yakni Eurasia dan Pasifik, sehingga tergolong istimewa karena satu-satunya di Indonesia. (Baca juga: BMKG: Gempa 7,3 SR di Perairan Maluku)
Irwan menuturkan subduksi ganda tersebut terbentuk akibat tekanan dari lempeng Laut Filipina atau lempeng Pasifik di timur pada zona Halmahera. Menurut Irwan, beberapa kejadian gempa dengan kegempaan di antara Sangihe dan Halmahera sangat dominan serta terjadi di kedalaman yang kurang dari 50 kilometer atau gempa dangkal.
ANWAR SISWADI
Berita lain:
Kecelakaan di Puncak, Bogor, Lima Orang Tewas
Ini Kesepakatan Kubu Jokowi-Prabowo Soal UU MD3
Misteri Mahasiswi Nyabu Bareng Wakil Rektor Unhas