TEMPO.CO, Bengkulu - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bengkulu Kolendri mengakui bahwa bangunan Shelter Tempat Evakuasi Sementara (TES) yang saat ini sedang dalam pengerjaan menguras anggaran senilai Rp 8,6 miliar. Akan tetapi, menurut Kolendri, tempat tersebut merupakan investasi untuk menyelamatkan nyawa ribuan warga yang ada di daerah tersebut.
“Program Pengurangan Risiko Bencana memang butuh banyak anggaran. Tapi ini investasi. Bayangkan saja berapa jiwa yang dapat diselamatkan jika bencana terjadi,” kata Kolendri saat dijumpai di kantornya, Jumat, 10 Oktober 2014. (Baca juga: Danrem Bengkulu Ajak Latihan Basah Hadapi Bencana)
Bangunan tempat evakuasi sementara seluas 50 x 50 meter ini memiliki empat lantai dan dapat menampung 1.500 orang. Tempat ini dibangun di Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu. Wilayah tersebut dipilih karena memiliki indeks kerentanan cukup tinggi.
Menurut Kolendri, Teluk Sepang yang berbatasan langsung dengan pantai dan memiliki ketinggian kurang dari 5 meter berada di zona merah. Belum lagi wilayah perkampungan nelayan ini jauh dari kawasan evakuasi dengan ketinggian aman jika terjadi tsunami.
Kolendri mengatakan konstruksi bangunan penampungan dimodifikasi sedemikan rupa agar kuat menahan guncangan gempa dan empasan tsunami. Dengan demikian, jika fenomena alam yang tidak kita tahu kapan akan terjadi tersebut datang, penampungan ini diharapkan dapat menjadi benteng terakhir yang bisa menyelamatkan nyawa ribuan warga yang ada di wilayah tersebut.
Kolendri mengatakan wajar jika ada yang menganggap program Pengurangan Risiko Bencana sia-sia karena semua yang dilakukan saat ini belum terasa manfaatnya. Namun, menurut dia, harus ada perubahan paradigma. Sebab, jika tidak ada kesiapsiagaan, baik penguatan masyarakat maupun infrastruktur, kerugian yang ditanggung jauh lebih banyak. Apalagi Bengkulu memiliki indeks kerentanan terhadap bencana yang cukup tinggi.
Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Pusat Kajian Bencana Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Bengkulu Muhamad Farid. Menurut Farid, berdasarkan demografis dan sejarah, hampir seluruh wilayah Bengkulu berada di zona merah.
“Melihat kenyataan ini, kita tidak boleh lengah. Karena, berdasarkan sejarah, beberapa kali daerah ini pernah mengalami bencana gempa dahsyat. Malah, pada 1902, tsunami menghantam hingga 30 kilometer dari pantai,” katanya.
PHESI ESTER JULIKAWATI
Berita lain:
Dukungan Buat Timnas U-19 Tembus 40 Juta
Tak Datang Peresmian Giant Sea Wall, di Mana Ahok?
Akbar Faizal: Mereka Menyesal jika Jegal Jokowi