TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Tua Sejati M. Taufik Reza mengungkapkan nilai proyek Dermaga Pongkar pada Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang, Aceh, pada 2006-2011. Nilai proyek pembangunan dermaga di ujung barat Indonesia itu disebutnya tergolong selangit. "Totalnya mencapai Rp 557 miliar selama masa proyek, yakni enam tahun dari 2006-2011," kata Taufik saat bersaksi untuk terdakwa Heru Sulaksono, bekas Kepala PT Nindya Karya (Persero) Cabang Sumatera Utara dan Aceh, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, 9 Oktober 2014. (Baca: Politikus PAN Jadi Tersangka Kasus Dermaga Sabang)
Pembangunan dermaga, kata dia, sebenarnya sudah dimulai pada 2004. Pada tahun itu, menurut dia, hendak dilakukan pemasangan tiang pancang dan jembatan menuju dermaga. PT Tua Sejati dan PT Nindya Karya sudah sempat memesan tiang pancang di PT Wika Beton. "Sudah dibayar pula uang muka untuk pembelian tiang pancang itu sebesar Rp 1,2 miliar," kata dia. Nilai proyek pada 2004 itu mencapai Rp 7 miliar. Tapi, proyek akhirnya berhenti karena Aceh diterjang tsunami pada Desember 2004. (Baca: Kasus Dermaga Sabang, KPK Periksa Menteri Azwar)
Lantas, pemerintah melalui Badan Pengelolaan Kawasan Sabang (BPKS) melanjutkan proyek tersebut pada 2006 dengan nilai kontrak sebesar Rp 8 miliar lewat sistem penunjukan langsung pada PT Nindya Sejati Joint Operation, perusahaan gabungan PT Nindya Karya dan PT Tua Sejati.
Singkat cerita, sejak 2006 sampai 2011, PT Nindya Sejati Joint Operation terus memegang proyek tersebut dengan sistem tahun jamak, yakni senilai Rp 24 miliar pada 2007, Rp 60 miliar pada 2008, Rp 125 miliar pada 2009, Rp 120 miliar pada 2010, dan Rp 220 miliar pada 2011. Namun, dari penyidikan, ditengarai proyek Dermaga Sabang, Aceh, ini diduga merugikan negara sebesar Rp 249 miliar karena proyeknya dikorupsi. Salah satu modusnya, memberikan proyek tersebut pada subkontraktor PT Budi Perkasa Alam. Padahal, aturan subkontraktor tidak tercantum pada kontrak antara BPKS dengan PT Nindya Sejati JO.
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Ramadani Ismi, pejabat pembuat komitmen Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang pada BPKS serta Heru Sulaksono, kuasa PT Nindya Sejati JO, sebagai tersangka. Keduanya kini menjadi terdakwa. Jaksa mendakwa Heru memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi dengan nilai Rp 34,055 miliar.
Pada Senin lalu, 6 Oktober 2014, modus korupsi dalam proyek pembangunan Dermaga Pongkar di Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Sabang, Aceh, diungkap saksi Sabir Said, kepala proyek tersebut dari PT Nidya Karya. Menurut dia, proyek yang dikerjakan pada 2006-2011 itu mula-mula dilakukan lewat penunjukan langsung. “Bukan melalui lelang terbuka,” kata dia saat untuk bersaksi untuk terdakwa Ramadhani Ismi, pejabat pembuat komitmen, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Setelah ditunjuk, PT Nindya malah mensubkontraktorkan ke PT Budi Perkasa Alam. Padahal, dalam aturan kontrak, tidak ada aturan yang membolehkan melimpahkan proyek ke subkontraktor. ”Saya akui itu keliru, tapi subkontraktor dipilih karena PT Nindya Sejati tak punya alat untuk membangun dermaga,” katanya.
Kontraktor mencairkan dana proyek Rp 8 miliar dari Badan Pengelolaan Kawasan Sabang pada 2006. Namun, nilai kontrak yang diberikan ke subkontraktor PT Budi Perkasa hanya Rp 5 miliar. “Selisih Rp 3 miliar dipakai untuk biaya lain-lain,” ujarnya. Dari duit itulah, ada sebagian yang yang mengalir ke kantong terdakwa Ramadani.
RAYMUNDUS RIKANG
Berita lain:
Nazaruddin: Ibas Terima Duit Korupsi Wisma Atlet
FPI: Ahok Tak Akan Bisa Bubarkan Kami
Bintang Film Bollywood Naik Haji