TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Bupati Biak Numfor Yesaya Sombuk dengan hukuman penjara 6 tahun dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan penjara. "Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dalam posisinya sebagai penyelenggara negara, yakni Bupati Biak Numfor 2014-2019," kata K.M.S. Roni, jaksa penuntut umum KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 29 September 2014. (Baca: Tersangka Korupsi Bayari Tiket Umrah Menteri Hemly)
Selain itu, jaksa KPK juga menuntut pencabutan hak politik Yesaya. "Tuntutan ini mempertimbangkan posisi terdakwa sebagai penyelenggara negara tapi tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Roni.
Jaksa menjerat Yesaya dengan Pasal 12a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jaksa juga berpendapat proses persidangan berhasil membuktikan Yesaya menerima hadiah dari Teddy Renyut, Direktur PT Papua Indah Perkasa, agar mengarahkan proyek pembangunan tanggul laut di Kabupaten Biak Numfor dikerjakan oleh Papua Indah.
Proyek tanggul laut kala itu sedang diajukan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2014. "Terdakwa terbukti menerima uang sebesar Sin$ 100 ribu yang terbagi dalam dua tahap penerimaan," kata jaksa. (Baca: Bupati Ini Terima Suap untuk Lunasi Utang Pilkada)
Duit sebesar Sin$ 100 ribu itu, kata Roni, diberikan di Hotel Acacia, Jakarta, pada 13 Juni dan 16 Juni 2014. Pada 13 Juni 2014, Yesaya menerima amplop berisi duit Sin$ 63 ribu yang terbagi dalam pecahan enam lembar Sin$ 10 ribu dan tiga lembar Sin$ 1.000. Adapun pada 16 Juni 2014 duit Sin$ 37 ribu diberikan dalam pecahan 37 lembar Sin$ 1.000. Jumlah duit itu sekitar Rp 950 juta dalam kurs rupiah.
RAYMUNDUS RIKANG
Berita Terpopuler:
2 Alasan Lucu Soal SBY Gugat UU Pilkada
'SBY Kecewa UU Pilkada, tapi Rakyat Tidak Bodoh'
#ShameOnYouSBY Hilang, Muncul #ShamedByYou
5 Argumen DPR Soal Pilkada DPRD yang Terbantahkan
Cari Dalang UU Pilkada, SBY Diminta Introspeksi