TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung, Sarjono Turin, mengatakan modus pungutan liar pengangkatan notaris di Kementerian Hukum dan HAM hampir serupa dengan pemerasan dalam pengurusan SIM dan STNK di kepolisian.
Sarjono mengatakan pengurusan pengangkatan notaris juga memakai makelar atau biasa disebut calo. "Mereka semua ada calonya. Dan si calo ini mendapatkan komisi dari perbuatannya," kata Turin kepada Tempo pada Kamis, 25 September 2014.
Sebelumnya Subdit Tipikor Kejagung menetapkan dua pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai tersangka tindak pidana gratifikasi pada Senin, 15 September 2014. Mereka adalah Kepala Subdirektorat Badan Hukum Nur Ali dan Direktur Perdata Lilik Sri Haryanto.
Turin mengungkapkan tahap pungutan liar ini diawali dari penawaran calo pengangkatan notaris. Terdapat dua calo yang biasa beraksi hilir mudik di gedung kementerian, kata Turin, tetapi hanya satu nama yang terungkap yaitu seseorang berinisial B. Kini Kejaksaan masih mencari keberadaan B.
Calo biasanya menawarkan harga 'plus' pengangkatan di luar biaya administrasi pengangkatan notaris. Harga ditentukan dari lama pembuatan surat keputusan pengangkatan dan penempatan notaris. Semakin cepat SK keluar dan semakin penuh kuota notaris di daerah tertentu, maka semakin besar calo mematok harga.
"Biasanya dipatok 50 sampai 80 juta per SK. Komisi buat calo 5 sampai 10 juta," ucap Turin. (Baca: Aturan Baru LPSK Perkuat Justice Collaborator)
Jika harga disepakati, calo segera meminta pelunasan pada notaris untuk pembuatan SK. Calo pun langsung menghubungi salah satu kepala seksi agar memerintahkan stafnya membuat SK yang nantinya diteruskan kepada Nur Ali sebagai Direktur Perdata. Kepala Seksi dan stafnya berinisial M dan NI.
Setelah SK sampai di tangan, Nur Ali langsung membawanya ke Lilik untuk membubuhkan tanda tangan. Sebenarnya, kata Turin, yang berhak atas tanda tangan ini adalah Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Aidir Amin Daud (Ini adalah koreksi atas berita sebelumnya, di mana Tempo menyebutkan nama Dirjen AHU Harkristuti Harkrisnowo. Harkristuti baru menjabat sebagai Dirjen AHU pada akhir Agustus 2014--Red.).
Namun Lilik membubuhkan tanda tangan atas nama dengan sepengetahuan Harkristuti. "Namun sejauh pemeriksaan dilakukan, Dirjen tidak mengetahui hal ini," kata Turin.
Dari alat bukti percakapan antara Lilik dan Ali, Turin mengatakan mereka meraup uang lebih dari 580 juta untuk pengurusan 12 SK pengangkatan notaris pada wilayah yang beragam. Sementara uang yang berhasil disita Kejaksaan saat ini hanya berjumlah Rp 120 juta.
Turin juga mengaku telah memeriksa beberapa notaris lain. Namun hanya sebagian kecil yang mengaku pernah terlibat pungli. Sejauh ini Turin juga belum melihat aliran dana ke organisasi notaris.
ROBBY IRFANY
TERPOPULER
RUU Pilkada, Kubu Jokowi di Ambang Kekalahan
Bendera PKS Dibakar, Jumhur: Massa Marah
Peta RUU Pilkada: Kubu Prabowo 233, Jokowi 237
Kisruh RUU Pilkada, Bendera PKS Dibakar