TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Hambalang, Anas Urbaningrum, mengelak ketika disinggung soal pernyataannya yang siap digantung di Monumen Nasional bila terbukti korupsi. "Siapa yang bilang? Kembalikan ke fakta persidangan, tidak ada sebiji sawi pun terkait Hambalang," katanya saat akan berangkat ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 24 September 2014. (Baca: KPK Ingatkan Anas Sesumbar Gantung Diri di Monas)
Pada 9 Maret 2012, Anas mengatakan siap digantung di Monas jika terlibat kasus Hambalang. Hal itu dia ucapkan setelah menyampaikan sikap Partai Demokrat menanggapi naiknya harga bahan bakar minyak di kantor Demokrat, Jalan Kramat Raya 146, Jakarta Pusat. “Yakin, kalau ada Rp 1 saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas,” ujar Anas, yang ketika itu masih menjabat Ketua Umum Demokrat. (Baca: Adnan Buyung: Jaksa Penuntut Anas Bodoh)
Rabu siang ini, majelis hakim Pengadilan Tipikor akan membacakan amar putusan Anas. Anas mengatakan dirinya hanya menunggu putusan hakim. Ia tak mau membocorkan apakah akan mengajukan banding atau tidak atas vonisnya nanti. "Vonis saja belum. Prinsipnya, keputusan yang adil ialah yang sesuai fakta," katanya. Dia juga tak ada persiapan apa pun menghadapi putusan, termasuk tuntutan mencabut hak politiknya. "Ya, kita lihat saja nanti," ujarnya. (Baca juga: 3 Tudingan Miring Anas kepada Keluarga SBY)
Jaksa KPK menuntut Anas dengan pidana 15 tahun penjara. Jaksa juga meminta hakim agar menghukum Anas untuk membayar denda Rp 500 juta subsider pidana 5 bulan kurungan. Selain itu, jaksa menuntut agar Anas membayar uang pengganti atas kerugian negara sebesar Rp 94,18 miliar dan US$ 5.261.070. (Baca: Anas dan 466 Politikus yang Dijerat Kasus Korupsi)
Dengan ketentuan, apabila tidak dibayar selama satu bulan sesudah berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita oleh negara dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika harta bendanya tidak mencukupi, diganti dengan pidana penjara selama 4 tahun.
Jaksa juga menuntut Anas dihukum dengan pidana tambahan, yakni pencabutan hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik. Jaksa menuntut pula pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha pertambangan atas nama PT Arina Kotajaya seluas 5.000-10.000 hektare di dua kecamatan, Bengalon dan Kongbeng, Kutai Timur, Kalimantan Timur.
LINDA TRIANITA
TERPOPULER
3 Tudingan Miring Anas kepada Keluarga SBY
Bocah 8 Tahun Dapat Duit Rp 15 Miliar dari YouTube
Anas dan 466 Politikus yang Dijerat Kasus Korupsi
Jokowi Emoh Ditanya Lagi Soal Jakarta