TEMPO.CO , Yogyakarta: Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian berencana, menghidupkan kembali rel kereta api perkotaan yang pernah ada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta atau reaktivasi. Upaya tersebut merupakan alternatif pengembangan trem untuk mengatasi kemacetan di Yogyakarta.
"Soal reaktivasi jalur kereta lama itu rencana pusat. Tapi sedang dalam pengkajian," kata Kepala Bidang Sarana Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY Ni Made Dwipanti Indrayanti di Kepatihan Yogyakarta, Senin, 22 September 2014.(Baca : Railbus, Kereta Baru Penghubung Solo-Yogyakarta )
Baca Juga:
Pertimbangannya, lantaran berdasarkan sejarahnya, wilayah DIY telah mempunyai rel kereta api perkotaan. Rel tersebut menghubungkan timur-barat atau Surakarta-Purworejo yang masih aktif dengan utara-selatan atau Borobudur (Magelang), Parangtritis (Bantul) yang sudah tidak dilewati kereta lagi. "Reaktivasi itu akan dilakukan untuk jalur Borobudur-Parangtritis," kata Ni Made.
Persoalannya, jalur-jalur kereta api yang sudah tidak dipergunakan lagi itu, banyak yang sudah tertutup aspal jalan maupun melewati permukiman penduduk. Reaktivasi diprediksikan akan membutuhkan biaya mahal. Sehingga ada kajian pembangunan jalur alternatif, baik jalur kereta api permukaan (surface), layang (elevated), maupun bawah tanah (subway). "Model transportasi massalnya bisa monorel atau mass rapid transit (MRT),"kata Ni Made.(Baca : DPR Minta Batara Kresna Kembali Beroperasi)
Hanya saja, lanjut Ni Made, perlu dipertimbangkan dampak terhadap eksistensi moda transportasi massal lainnya yang sudah ada. Seperti bus Trans Jogja maupun transportasi tradisional, seperti becak dan andong. "Kajian awal trem sudah ada. Tapi masih sangat umum. Masih sebatas transportasi umum sebagai moda utama,"kata Ni Made.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro Syarif Teguh menilai rencana pembangunan trem masih belum ada kepastian. "Belum terkonsep. Masih jauh," kata Syarif.
Yang diperlukan saat ini, menurut Syarif adalah penataan moda transportasi tradisional, baik becak maupun andong, khususnya di pusat kemacetan di kawasan Malioboro. Jumlah dua jenis moda transportasi itu terus membengkak. Dia mencontohkan, jumlah andong yang terdata di Malioboro berkisar 30-40 unit, pada musim liburan bertambah hingga tiga kali lipat. "Bendi seperti di Pantai Parangtritis juga ikut masuk," kata Syarif.
Jumlah becak pun bertambah dengan keberadaan becak motor. Bahkan, transportasi tradisional tersebut sering tidak tertib lalu lintas. Seperti, melanggar lampu merah atau pun menerobos jalur searah sehingga ikut menyumbang keruwetan arus lalu lintas. "Itu dulu ditertibkan," kata Syarif.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Berita Terpopuler
Fahri Hamzah: Jokowi Kayak Enggak Pede
PKS: Pilkada oleh DPRD Usulan SBY
Jokowi Pastikan Ubah APBN 2015
Onno W. Purbo Nilai E-Blusukan Jokowi Tak Relevan
RUU Pilkada, Komeng Geruduk Kantor PAN dan PKS