TEMPO.CO, Makassar - Partai Amanat Nasional akan dirugikan jika pemilihan kepala daerah dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat sesuai dengan Rancangan Undang-Undang Pilkada. Sebab, dua kader PAN di Sulawesi Selatan terpilih menjadi bupati lantaran didukung mayoritas masyarakat daerah mereka masing-masing. Keduanya adalah Bupati Maros Hatta Rahman dan Bupati Enrekang Muslimin Bando.
"Artinya kedua kader PAN itu mengandalkan figurnya sehingga terpilih menjadi bupati melalui pilkada langsung, bukan mengandalkan uang banyak," kata Ketua PAN Sulawesi Selatan Ashabul Kahfi di Hotel Singgasana, Makassar, Sabtu, 20 September 2014. (Baca juga: Dua Kader PAN yang Jadi Bupati Tolak RUU Pilkada)
Kahfi khawatir jika pilkada melalui DPRD, calon bupati yang tidak memiliki dana melimpah akan sulit bersaing. Sebab, pilkada melalui DPRD rawan terjadi politik transaksional atau politik uang.
Menurut Kahfi, pilkada melalui DPRD merupakan langkah mundur dalam berdemokrasi. Sebab, demokrasi yang diharapkan adalah mengoptimalkan keterlibatan rakyat secara langsung dalam menentukan pemimpin daerahnya.
Dengan pilkada langsung, kata Kahfi, kepala daerah yang terpilih merupakan pilihan mayoritas rakyat di daerahnya. Meski pilkada melalui DPRD merugikan PAN Sulawesi Selatan, Kahfi menyatakan pasrah jika DPR RI dan pemerintah akhirnya menyetujui RUU Pilkada yang mengatur pilkada melalui DPR.
Terkait sikap Pengurus Pusat PAN yang mendukung pilkada melalui Dewan, Kahfi mengatakan hal itu merupakan wewenang pengurus pusat. "Saya hanya mengutarakan pandangan bahwa pilkada melalui Dewan merugikan PAN Sulawesi Selatan," kata Kahfi.
INDRA OY
Berita lain:
Jokowi: Peluang PPP dan PAN Bergabung 80 Persen
Prabowo Terpilih sebagai Ketua Umum Gerindra
Indonesia Resmi Tuan Rumah Asian Games 2018