TEMPO.CO, Banyuwangi - Rois Syuriah PB Nahdlatul Ulama Hasyim Muzadi setuju bila pemilihan kepala daerah dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. “Secara pribadi saya dan kyai-kyai lebih aman dikembalikan ke DPRD karena tidak ada lagi manuver politik ke kyai,” kata Hasyim di Banyuwangi, Senin sore, 8 September 2014. (Baca: RUU Pilkada Kemunduran Demokrasi)
Hasyim telah mengusulkan agar kepala daerah dipilih lagi oleh DPRD sejak lima tahun lalu. Ia mengakui ada berbagai efek negatif bila pilkada lewat DPRD, seperti terjadinya transaksi politik antara calon kepala daerah dengan anggota DPRD. Namun efek positifnya, ekses negatif ini tidak sampai meracuni rakyat. “Akumulasi pembicaraan politik secara terbuka maupun tertutup hanya terjadi di DPRD.” (Baca: Jokowi: RUU Pilkada Potong Kedaulatan Rakyat)
Hal ini tentu berbeda dengan pilkada langsung yang sudah berjalan kurang lebih selama sepuluh tahun. Menurut Hasyim, tingginya praktek politik uang adalah akibat tidak seluruh rakyat mengetahui siapa calon pemimpin yang akan dipilihnya.
Ketua PBNU Slamet Effendi Yusuf mengatakan saat ini banyak kepala daerah yang melakukan korupsi. Hal ini, salah satunya, disebabkan oleh pilkada langsung yang berbiaya tinggi. Banyak calon kepala daerah menyuap rakyat demi memenangkan pilkada. “Yang dibeli suara rakyat, padahal rakyat pemegang tertinggi kedalautan negara,” kata Effendi di Banyuwangi.
Sebaliknya, pilkada lewat DPRD tak selalu berefek buruk sebab sangat bergantung dengan proses yang terjadi. Meski begitu, Effendi enggan menjawab blakblakan terkait dukungannya dengan pilkada tak langsung tersebut. “Saya serahkan finalnya kepada DPR,” kata dia di Banyuwangi.
Secara hukum, kata Effendi, klausul pilkada langsung sangat bisa diubah karena hanya perintah undang-undang, bukan UUD 1945. Hal ini berbeda dengan pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat yang merupakan perintah konstitusi. (Baca: Pengamat Sebut Alasan RUU Pilkada Harus Ditolak)
Pada isi Pasal 18 ayat 4 UUD 1945, kata Effendi, hanya tertera bahwa gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demokratis. “Nah, terjemahan demokratis ini maknanya bisa dipilih langsung oleh rakyat maupun DPRD asalkan tetap demokratis.”
IKA NINGTYAS
Berita Terpopuler
UU Pilkada Sah, Koalisi Prabowo Borong 31 Gubernur
Temui Mega, Risma Tak Bersedia Jadi Menteri Jokowi
PKS Blunder Usung Pilkada Tak Langsung
Jokowi: RUU Pilkada Potong Kedaulatan Rakyat