TEMPO.CO, Jakarta - Saksi ahli yang dihadirkan tim Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di Mahkamah Konstitusi (MK), Dwi Martono Ariyanto, menuduh KPU tidak mampu menyelenggarakan pemilihan presiden. Menurut dia, KPU tidak menyampaikan informasi secara tertib.
Selain itu, KPU juga dinilai tidak menjaga otoritas kelembagaan di antara lembaga negara lainnya, yang diatur konstitusi.
"Terakhir KPU telah mencederai hak politik masyarakat," kata Dwi ketika memberikan keterangan di Ruang Rapat Pleno MK, Jumat, 15 Agustus 2014. (Baca: Massa Prabowo Samakan KPU dengan PKI)
Menurut Dwi, empat hal itu membuka peluang kecurangan pemilu yang terstruktur, masif, dan sistematis. Padahal, KPU harusnya mampu menjadi benteng demokrasi, yang terus-menerus mengantisipasi peluang kecurangan. "Caranya adalah kerja terstruktur dan terintegrasi," kata mantan anggota KPUD Batu, Jawa Timur, ini.
Dwi mempersoalkan KPU, yang menurut dia, tidak membuat formulir desa. KPU juga disebutnya tidak mengatur secara jelas metodologi survei dan, terutama exit poll, yang dilakukan sejumlah lembaga survei. Menurut dia, ada potensi data exit poll, yang dipublikasikan setelah pemungutan suara dipengaruhi oleh pemilih dari daftar pemilih khusus tambahan.
"Ini membuka celah peserta pemilu yang mengira dirinya akan kalah untuk bekerja sama dengan lembaga survei tertentu dengan cara mengerahkan pemilih ke TPS di mana mereka kalah," kata Dwi.
Penyelenggara exit poll--yakni menanyai pemilih yang keluar dari tempat pemungutan suara--sebenarnya memilih respondennya secara acak. Dwi tidak menjelaskan bagaimana peserta pemilihan bisa "bekerja sama" dengan lembaga survei untuk memilih respondennya.
Hari ini MK kembali menggelar sidang lanjutan sengketa perselisihan hasil pemilu presiden. Agendanya mendengarkan keterangan dari 13 saksi ahli dari pihak Prabowo, KPU, dan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Kubu Prabowo-Hatta memohon agar MK menyatakan Keputusan KPU Nomor 535/KPTS/KPU/Tahun 2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 batal dan tidak mengikat. Pasangan ini juga meminta agar MK menyatakan perolehan suara yang benar adalah Prabowo-Hatta 67.139.153 dan Jokowi-JK 66.435.124. Mereka berharap MK akan menetapkan pasangan Prabowo-Hatta sebagai presiden dan wakil presiden terpilih.
TIKA PRIMANDARI
Berita Terpopuler
Ahok Ingin Ping-ping Jokowi di Depan Istana
Detik-detik Kematian Robin Williams
Bercinta, Hal yang Paling Disukai Julia Perez
Dahlan Iskan: Ignasius Jonan Cocok Jadi Dirut PLN
Begini Kehidupan Keagamaan di Korea Utara