TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. menilai pelanggaran pemilu yang terjadi setelah era Reformasi tergolong sporadis. "Artinya, pelanggaran pemilu saat ini dilakukan ramai-ramai oleh hampir semua partai politik peserta pemilu," katanya di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu, 13 Agustus 2014.
Menurut dia, selain pelanggaran oleh hampir semua partai politik, pemahaman sporadis ini juga merujuk pada pelanggaran pemilu yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia. Tingkat pelanggaran itu, dia menambahkan, bervariasi dalam skala yang makro hingga mikro.
"Di Jawa Timur terjadi pelanggaran, begitu juga di Papua. Intinya, hampir semua tempat pemungutan suara terjadi kecurangan," ujarnya.
Situasi pemilu ini berbeda dengan pelanggaran pemilu yang terjadi ketika Soeharto memimpin Orde Baru. Menurut dia, pelanggaran pemilu pada Orde Baru berlangsung secara terstruktur, sistematis, dan masif. Artinya, skema kecurangan pemilu sudah dirancang mulai struktur pemerintahan tertinggi sampai jajaran paling rendah sekalipun.
"Pada era Orde Baru, pemilihan umum diselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri, dan begitu mendapat komando khusus dari presiden, maka itulah hasil pemilu yang muncul," katanya.
Akan tetapi, Mahfud mengapresiasi proses perbaikan pemilihan umum sejak era Reformasi yang telah terwujud. Hal itu tercermin dari berdirinya Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang berperan memperbaiki proses pemilihan umum.
"Berdirinya Mahkamah Konstitusi ialah angin segar untuk terus-menerus mengupayakan demokrasi yang substansial terwujud di Indonesia," tuturnya.
Saat ini MK sedang menyidang kasus gugatan pemilu presiden yang diajukan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.
RAYMUNDUS RIKANG R.W.
Berita Terpopuler:
Mengapa Pendukung Prabowo Berani Mengancam?
Lima Peran Robin Williams yang Tak Terlupakan
Rute Pendukung ISIS dari Indonesia Menuju Suriah
Sultan Yogya: ISIS Itu Kegagalan Memahami Islam
Chelsea Dapatkan Bek Roma, MU Gigit Jari Lagi