TEMPO.CO , Yogyakarta - Para pekerja media massa di Yogyakarta mengungkapkan keprihatinan atas pemberitaan kampanye pemilu presiden yang cederung tidak seimbang. Ini mengakibatkan masyarakat tidak percaya lagi dengan media elektronik maupun media massa cetak.
Bahkan, media massa yang sudah mapan pun dinilai berperilaku tidak ubahnya dengan roman picisan. Selain itu media massa juga tidak jauh beda dengan media massa abal-abal serta media sosial yang dengan mudah mennyerang dan memfitnah pihak tertentu. Para jurnalis Yogyakarta membuat "Deklarasi Malioboro" terkait pemberitaan pemilihan presiden 2014.
Baca Juga:
"Pemberitaan pemilihan Presiden 2014 telah menimbulkan persepsi kurang nyaman (dari publik) terhadap insan pers," kata Taufiq Juwariyanto, salah satu redaktur di koran ternama di Yogyakarta, Senin (7/7). (Baca: Siaran TV One dan Metro TV Paling Banyak Diadukan)
Masyarakat, dia melanjutkan, menilai media massa yang nasional maupun lokal justru menjadi alat kampanye salah satu calon pasangan presiden/wakil presiden yang didukungnya. Meskipun tidak ada larangan memihak, namun isi berita cenderung tidak berimbang sehingga membuat masyarakat sulit mempercayai isi berita di media massa.
Menurut dia, independensi dan netralitas pers sebagai pilar ke-4 reformasi terusik. Situasi ini telah merongrong kepercayaan publik terhadap pers Indonesia secara umum. Bahkan perusakan dan aksi demonstrasi di kantor media massa juga akibat dari pemberitaan yang cenderung fitnah. Selain itu ada intimidasi kepada awak media dari kelompok tertentu.
Taufik menambahkan, pemilihan presiden 2014 ini menjadi catatan penting dalam perkembangan pers Indonesia. Pers Indonesia haruslah berimbang, bermartabat dan mendidik. (Baca: Dikecam, Aksi Kekerasan atas Kemerdekaan Pers)
Para pekerja media, dari juralis hingga pekerja non redaksi di Daerah Istimewa Yogyakarta, membuat Petisi Malioboro. Isinya, agar seluruh insan pers, mulai dari pekerja pers, institusi pers maupun pemilik media untuk kembali ke khittohnya. Ini berarti menjunjung tinggi profesionalisme demi mewujudkan pers yang bermartabat. (Baca: Dewan Pers: Polisi Tak Profesional di Obor Rakyat)
Menurut Agung PW, jurnalis senior di Yogyakarta dari koran ternama di Jawa Tengah, berpendapat media massa juga harus meminta mmaaf kepada publik apabila penyajian berita pemilu presiden 2014 ini belum mampu memberikan edukasi politik secara baik. "Publik juga harus aktif mengontrol independensi pers," kata Agung.
MUH SYAIFULLAH
Berita Terpopuler
Pengamat Nilai Sikap SBY Berlebihan
Sofjan Wanandi: Warga Minoritas Takut Nyoblos
Banyak Silap, Hatta Merasa Sudah Tampil Maksimal