TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, Hendrik Jeheman, mengatakan permintaan pencabutan hak kewarganegaraan yang disampaikan kliennya hanya ekspresi kekecewaan. Musababnya, kata dia, Akil merasa jaksa dan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan diskriminasi hukum terhadapnya.
"Ekspresi puncak kekecewaan emosional," ujar Hendrik ketika dihubungi, Selasa, 24 Juni 2014.
Akil, tutur Hendrik, merasa diperlakukan tidak adil. Jaksa dalam tuntutannya, ujar dia, mengusulkan pencabutan hak dipilih dan memilih. Menurut Hendrik, kliennya merasa tuntutan itu tidak ada landasannya.
Selain itu, menurut Hendrik, perkara pencucian uang yang disangkakan kepada Akil tidak ada pembuktian di pengadilan. Sedangkan dari para pimpinan KPK, kata dia, permintaan pendapat kepada masyarakat untuk menentukan besaran sanksi Akil tidak bagus dalam penegakan hukum. Menurut Hendrik, tindakan para pimpinan KPK itu tidak sesuai dengan norma hukum. (Baca: Akil Mochtar Minta Kewarganegaraan Dicabut )
Sebelumnya, para pimpinan KPK menyatakan hukuman yang pantas dijatuhkan kepada terdakwa penerimaan hadiah dalam pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah di MK adalah penjara 20 tahun atau seumur hidup. Soalnya, perbuatan Akil merusak citra hukum dan membutuhkan biaya pemulihan sosial yang besar. Jaksa pun akhirnya menuntut Akil dihukum seumur hidup dan denda Rp 10 miliar. (Baca: Menteri Hukum Pertanyakan Gelar Sarjana Hukum Akil)
LINDA TRIANITA
Terpopuler
Merasa Tak Dihargai, Ayu Azhari Pindah ke Jokowi
Menhan Bantah Argumentasi Jokowi Soal Tank Leopard
Di Balik Pembreidelan Tempo