TEMPO.CO, Surabaya -Sekitar 50 mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Unair dan ITS unjuk rasa di depan gedung Grahadi siang tadi. Mereka menuntut agar pemerintah mengubah 'wajah' lokalisasi Dolly pasca penutupan 18 Juni 2014. Dalam aksinya, mahasiswa membawa poster-poster bertuliskan '2020 : Gang Dolly Pusat Kuliner Surabaya', 'Jangan Asal Tutup Dolly, Dolly Bisa Berubah' Aksi tersebut bertema 'Ayok Ubah Wajah Dolly'.
"Kami setuju jika Dolly ditutup, tapi setelah itu harus tetap ada pengawasannya," kata Presiden BEM ITS Surabaya Mukhlis Ndoyo Said kepada Tempo, Senin, 16 Juni 2014. Mereka meminta pemerintah melakukan dua hal. Pertama, pemerintah harus menjamin dan mengawasi agar pekerja seks Dolly tidak malah menyebar ke daerah lain. Yang kedua, Pemprov Jatim harus mengawal insentif yang diberikan kepada Dolly agar tetap mempunyai nilai kegunaan yang semestinya.
Mahasiswa jurusan Teknik Industri ITS ini kemudian menjelaskan bahwa dalam penanganan Dolly pasca penutupan pihak pemerintah harus menitikberatkan pada kesehatan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. "Kami pernah terjun langsung ke sana dan memang anak-anak kecil di sana sepertinya tidak terurus."
Sedangkan Febryan Kiswanto dalam orasinya menolak penutupan lokalisasi Dolly jika pemerintah tidak memikirkan bagaimana keadaan pasca penutupannya. "Kami enggak puas jika hanya ditutup saja tetapi harus ada pendampingan," kata mahasiswa Fakultas Hukum itu.
EDWIN FAJERIAL