TEMPO.CO, Bima - Petugas pos pemantauan gunung api dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Kecamatan Wera, Bima, Nusa Tenggara Barat, tidak memberikan peringatan kepada masyarakat sebelum letusan Gunung Sangeang terjadi.
Walhasil, warga sekitar tunggang-langgang berhamburan ke tempat pengungsian ketika Sangeang meletus. "Kami jadi kelabakan," kata Sirajudin, warga Dusun Sangeang Pulo yang berjarak 1 kilometer dari puncak Sangeang pada Senin, 2 Juni 2014. (Baca: Hujan Abu Sangeang Berhenti)
Warga di zona bahaya lereng Sangeang mengaku tak mendengar peringatan dari pos pemantauan di Desa Dusun Sangiang Darat, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima. Mereka justru mengetahui kabar bencana melalui telepon seluler ketua rukung tetangga setempat. Warga segera pergi menggunakan perahu yang ditambatkan di bibir pantai. Sirajudin mengatakan yang pertama diangkut adalah kelompok perempuan, lalu manula, kemudian anak-anak.
Sirajudin mengatakan dia tidak segera meluncur dari Sangeang Pulo. "Saya masih mencari penduduk yang lain sampai ke atas, sampai tak terlihat apa-apa," ujarnya. Sambil berteriak-teriak menyuruh pergi, juru mudi perahu pun tancap gas meninggalkan penduduk lainya yang tersisa. "Saya malah belakangan." (Baca: 7 Ribu Jiwa Dievakuasi dari Lereng Gunung Sangeang Api)
Kepala Pos Pemantau Gunung Sangeang Api Junaidin mengakui skenario evakuasi masyarakat memang tidak lagi menggunakan mikorofon atau sirine. "Hanya akan menimbulkan kepanikan," kata Junaidin. Maka, petugas memfungsikan perangkat RT dan radio komunitas sebagai sarana informasi. "Ini terbukti tidak ada jatuh korban kecelakaan dalam evakuasi," ujar Junaidin.
AKHYAR M. NUR
Berita Terpopuler:
Cerita di Balik Perseteruan Prabowo-Wiranto
Sultan Didesak Agar Tegas Selesaikan Intoleransi di DIY
116 Pegawai Kementerian Agama Masuk Daftar Hitam
Jaringan Perempuan Protes Demonstrasi Lempar Bra
Kasus Haji, PPATK: Rekening Anggito Mencurigakan