TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengaku dirinya baru mengetahui pencekalan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap dua anak buahnya, Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman dan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto.
"Saya belum tahu, ini saya baru dengar sekarang," kata Gamawan seusai Malam Anugerah Perayaan Ulang Tahun Otonomi Daerah di Grand Sahid, Jakarta, Jumat malam, 25 April. (Baca: Kasus E-KTP, Direktur Percetakan Negara Dicekal)
Hingga saat ini, menurut Gamawan, pihaknya belum bertemu dengan keduanya. Sebab, ia tidak bisa menghubungi mereka. "Saya dengar ponsel mereka juga diambil KPK, jadi tak bisa dihubungi," katanya.
Irman dan Sugiharto sudah beberapa hari tak masuk kantor. Mengenai hal tersebut, Gamawan memakluminya. "Namanya juga orang terkena musibah, mungkin saja mereka sedang menyiapkan dokumen untuk KPK," ia menambahkan.
Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencegah lima orang untuk pergi ke luar negeri terkait dengan kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012. Menurut Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, larangan ke luar negeri itu dilakukan karena keberadaan mereka di wilayah Indonesia diperlukan dalam rangka kelancaran proses penyidikan perkara e-KTP.
Baca Juga:
Pencegahan itu dilakukan atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi. Lembaga antirasuah tersebut mengirimkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor KEP-358/01/04/2014 tanggal 24/04/2014 tentang Pelarangan Bepergian ke Luar Negeri.
Selain Sugiharto dan Irman, kata Denny, Imigrasi mencegah mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Indonesia Isnu Edhi Wijaya, Dirut PT Quadra Solusion Anang Sugiana Sudihardjo, dan Andi Agustinus.
KPK menetapkan Sugiharto sebagai tersangka pada 22 April lalu. Ia merupakan pejabat pembuat komitmen dalam pengadaan tersebut. Sugiharto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu juncto Pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
TIKA PRIMANDARI
Topik terhangat:
Hadi Poernomo | Pelecehan Siswa JIS | Kisruh PPP | Jokowi | Prabowo
Berita terpopuler:
Ahok: Kita Beragama tapi Tak Bertuhan
Gagal ke Senayan, Roy Suryo Tuding Ada Manipulasi
Kebakaran Pasar Senen, 33 Unit Damkar Diturunkan