TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 6.607 politikus akan bersaing untuk memperebutkan 560 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat lewat pemilihan umum 9 April mendatang. Para calon berasal dari 12 partai yang bertarung di 77 daerah pemilihan, mulai Papua sampai Aceh.
Dua pekan lalu, majalah Tempo menyodorkan sebelas kandidat anggota DPR yang layak Anda pilih. Mereka berlatar belakang aktivis antikorupsi, pembela yang lemah, hingga ustad yang memperjuangkan kebebasan religi. Salah satunya adalah I Gusti Agung Putri Astrid Kartika, 47 tahun, caleg dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dari daerah pemilihan Bali. Gung Tri--demikian ia biasa disapa--menghabiskan separuh umurnya untuk membela hak asasi manusia.
Dia pernah menjadi Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), juga konsultan dan evaluator Komisi Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan. Gung Tri pun aktif memperjuangkan sejumlah kebijakan, antara lain revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang lebih melindungi hak warga dan hak perempuan.
Pada 1989, saat usianya 22 tahun, Gung Tri membela warga Kedung Ombo, Jawa Tengah, yang tanahnya digusur pemerintah. Selepas itu, ada berjibun kegiatan dengan napas senada, baik kasus yang terjadi di Bali maupun di luar Bali. Yang paling anyar, antara lain, ia membela para pedagang yang tersingkir dalam proses renovasi Bandar Udara Ngurah Rai, Bali, pada 2013.
Gung Tri terjun ke panggung politik karena terinspirasi Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta yang kini maju sebagai calon presiden dari Partai Banteng. “Saya ke sini untuk belajar memahami masalah yang ada. Mari kita pecahkan bersama,” kata Gung Tri, setelah memperkenalkan diri kepada warga yang berkumpul di rumah politikus Partai Banteng, Nyoman Arjawa, di Desa Buruan, Gianyar, Bali, awal Maret 2014.
Soal pendekatan kepada warga seperti ini, secara blakblakan ia mengaku banyak belajar dari Jokowi, mantan Wali Kota Surakarta, sewaktu merebut kursi Gubernur DKI Jakarta. Menurut Gung Tri, yang juga Pendiri Relawan Penggerak Jakarta Baru 2012, Jokowi selalu memulai dari memahami masalah yang riil melalui metode blusukan sebelum mengambil keputusan sesuai dengan kewenangannya. (Baca: Bagaimana Blusukan Jokowi Dirancang)
Resep ala Jokowi ditempuh Gung Tri lantaran kampanye dinilai bukan sebagai ajang menebar janji dan transaksi. Bagi alumnus Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, ini, kampanye adalah cara agar calon legislator dan masyarakat sama-sama belajar mengembalikan porsi anggota legislatif. “Anggota DPR bukan Sinterklas, melainkan lembaga politik yang mengawal proses terwujudnya aspirasi,” katanya.
TIM TEMPO | NUR HASIM
Baca Terpopuler
15 Caleg Terseksi Versi Living in Indonesia
Jokowi Mendatangi Rumah Iwan Fals di Depok
Jokowi: Kampung Deret Petogogan Mirip Apartemen
Satinah Tetap Diadili Walau Diyat Dilunasi