TEMPO.CO, Jakarta - Setelah buron selama tiga tahun, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menangkap Lim Tjing Hu alias King Hu pada Rabu, 19 Maret 2014. Pengusaha ini terlibat pemalsuan akta lelang Grand Hotel Cirebon sekitar 15 tahun lalu.
"Dia ditangkap di rumahnya di kawasan Pasar Baru sekitar jam 12.00 WIB," kata juru bicara Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Koswara, di kantornya, Rabu petang, 19 Maret 2014.
King Hu didakwa Pasal 266 KUHP karena dengan sengaja memakai akta risalah lelang Grand Hotel Cirebon palsu dan menimbulkan kerugian. "Ancaman hukumannya tujuh tahun penjara," ujar Koswara. Hu rencananya ditahan di penjara Kebonwaru.
Terdakwa kasus ini yang sudah diseret ke pengadilan adalah Barnas Trisna, eks pejabat lelang Kota Cirebon. Kasus berawal setelah King Hu memenangi lelang Grand Hotel Cirebon, sertifikat Hak Guna Bangunan atas nama Haryanto Wijaya oleh pemohon lelang Mulyadi Halim senilai Rp 2,51 miliar pada 18 Desember 1999 di Pengadilan Negeri Cirebon.
King Hu tak pernah melunasi duit lelang yang harus dibayarnya kepada Mulyadi Halim. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan 6 Desember 1999, jika dalam tiga hari kerja uang lelang tak dibayar oleh pemenang lelang, maka lelang dianggap batal dan risalahnya dianggap tak pernah terbit.
Pada September 2006, dia mengupah Barnas untuk mengambil Risalah Lelang kepada pejabat lelang Cirebon, Adi Kuswandono, dengan petunjuk bukti kuitansi pembayaran kewajiban Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Dengan dasar Risalah Lelang dan kuitansi BPHTB ini, di kantor notaris Morini Basuki pada 29 September 2006, King Hu membuat akta pengalihan dan pelepasan hak atas tanah kawasan Grand Hotel kepada Enang Sutisna dengan bayaran Rp 12 miliar.
Buntutnya, Badan Pertanahan Nasional Cirebon menerbitkan surat Hak Guna Bangunan untuk Enang. Dengan duit pembayaran dari Enang itu, King Hu lalu membayar Mulyadi Halim Rp 300 juta. "Padahal, dia memakai Risalah Lelang Grand Hotel Cirebon palsu," kata Koswara.
Kasus King Hu yang ditangani Mabes Polri, Koswara melanjutkan, sejatinya sudah dinyatakan lengkap atau P-21 pada 6 Desember 2008. Namun, pelimpahan tersangka dan barang bukti atau tahap kedua ke Kejaksaan baru berjalan pada 28 Oktober 2010.
Penasihat hukum King Hu, Wilson Tambunan, menolak penggunaan istilah "ditangkap" atas kliennya. Sebab, kata dia, kliennya dipaksa dijebloskan ke bui. "Karena kalau menangkap orang kan harus ada laporan polisinya. Klien saya dipaksa dengan menggunakan laporan polisi untuk kasus orang lain," kata dia.
Kejaksaan juga beralasan King Hu dicokok sebagai terdakwa kasus penggunaan akta palsu bersama Barnas. Menurut dia, akta yang dipakai King Hu sama dengan akta yang dipakai Barnas. "Barnas sudah bebas sehingga harusnya kasusnya dianggap selesai," kata Wilson.
ERICK P. HARDI