TEMPO.CO , Jakarta- Anggota Komisi Hukum DPR, Ruhut Sitompul, menilai rekan-rekan di Komisinya kegenitan lantaran ingin segera menyelesaikan revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Ruhut, dua RUU tersebut tak harus selesai dalam periode masa jabatan DPR 2009-2014. "Tapi kawan-kawan saya, kok ngotot banget," katanya dalam acara diskusi menyoal RUU KUHAP dan RUU KUHP di Restoran Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Ahad, 1 Maret 2014.
Politikus Partai Demokrat itu pun mengkritisi beberapa pasal yang Ruhut anggap melemahkan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi. Misalnya, masalah penyadapan yang mesti mendapat izin dari hakim pemeriksa pendahuluan.
Menurut Ruhut, KPK seharusnya tidak dilemahkan karena saat ini menjadi satu-satunya lembaga negara yang diharapkan oleh masyarakat membasmi praktik korupsi. "Rakyat miskin karena koruptor. Jadi rakyat mendukung KPK," ujarnya. (Baca: 10 Sentilan KPK Soal KUHAP yang Bikin SBY Panas)
Anggota Komisi Hukum lainnya, Nudirman Munir, membantah fraksinya ingin melemahkan KPK. Pasal korupsi yang dicantumkan dalam RUU KUHAP dan RUU KUHP tak berlaku bagi KPK lantaran lembaga itu punya aturan yang lex specialis. "Tidak ada niat satu biji zarah pun untuk melemahkan KPK," ujar politikus Partai Golkar itu.
DPR sebelumnya menargetkan pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP selesai pada September nanti. Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Al Muzzamil Yusuf beralasan pada periode lalu saja DPR dapat menyelesaikan UU Peradilan Agama, Tata Usaha Negara, Peradilan Umum, Kekuasaan Kehakiman dan Tindak Pidana Korupsi.
NUR ALFIYAH
Baca Kisah Djajeng Pratama lainnya
Kisah Djajeng Pratomo di Kamp Nazi ( Bagian 1 )
Kisah Djajeng Pratomo dengan Gret (Bagian 2)
Djajeng, Pintar Menari (Bagian 3)
Tahanan 69053 Pengangkut Mayat (Bagian 4)
Cara Djajeng Menyelamatkan Diri (Bagian 5)