TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas berpendapat revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bukan saja menghambat pemberantasan korupsi, tapi juga menghina hakim. Sebab, jika beleid itu disahkan Dewan Perwakilan Rakyat, hakim Mahkamah Agung tak bisa lagi menjatuhkan vonis lebih berat ketimbang pengadilan tinggi.
"Ini penghinaan, pelecehan terhadap independensi hakim," ujarnya kepada Tempo, Kamis, 27 Februari 2014.
Menurut Busyro, ketentuan itu bertentangan dengan prinsip Bangalore yang disusun Perserikatan Bangsa-bangsa, yang menegaskan kemandirian para hakim. Bentuk independensi hakim itu antara lain dengan kewenangan mengubah putusan tingkat di bawahnya jika ada pertimbangan hukum yang keliru.
"Ini menggergaji, meluluhlantakkan, penghinaan terhadap komunitas hakim," ucap Busyro.
Sebelumnya, Ketua Mahkamah Agung Muhammad Hatta Ali mengatakan Pasal 250 dalam revisi KUHAP, yang menyatakan Mahkamah Agung tak bisa menjatuhkan hukuman lebih berat daripada putusan pengadilan tingkat pertama atau pengadilan tinggi, tidak bisa diterima. "Jika kesalahannya terang-benderang, wajar dihukum setimpal. Kalau tidak setimpal, bisa menimbulkan ketidakadilan," ujarnya.
Independensi hakim Mahkamah Agung, kata Hatta, dijamin oleh konstitusi. Jadi, tidak satu orang pun yang dapat mengganggu independensi hakim. "Ketika memutus perkara, apakah meringankan atau memberatkan, itu bagian dari rasa keadilan hakim," kata Hatta.
BUNGA MANGGIASIH | MUHAMAD RIZKI | LINDA TRIANITA
Terpopuler
Australia Sodorkan Bukti Biaya Perjalanan MUI
Di Depan Simpatisan, Risma Jelaskan Sempat Pamitan
Demokrat Larang Bhatoegana Bicara Agar Tak Gaduh
Adang Ruchiatna: Risma Cengeng, Nangis di TV
Isu Risma Mundur, Netizen Salahkan PDIP