TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar disebut menerima duit lebih dari Rp 60 miliar. Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan, Akil memperoleh uang tersebut dari hasil mengurus 11 perkara sengketa pemilihan kepala daerah di MK.
"Terdakwa menerima sejumlah yang terkait permohonan keberatan atas hasil pemilihan umum kepala daerah," kata jaksa Pulung Rindandoro saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 20 Februari 2014. Penerimaan tersebut tercantum dalam empat dari enam dakwaan yang menjerat Akil.
Dalam dakwaan pertama, kata dia, Akil dijerat dengan Pasal 12 huruf c Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP. Mantan politikus Partai Golkar ini disebut menerima uang Rp 3 miliar dari sengketa pemilukada Kabupaten Gunung Mas, Rp 1 miliar dari sengketa pemilukada Kabupaten Lebak, Banten, Rp 10 miliar dan US$ 500 ribu dari sengketa pemilukada Kabupaten Empat Lawang. Lalu, Rp 19,866 miliar dari sengketa pemilukada Kota Palembang dan Rp 500 juta dari sengketa pemilukada Lampung Selatan.
Uang-uang itu, kata jaksa Pulung, diterima Akil bersama-sama dengan politikus Partai Golkar Chairun Nisa, pengacara Susi Tur Andayani, dan pengusaha Muhtar Ependy. Padahal, patut diduga uang itu diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Akil juga dikenai Pasal 12 huruf c Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dalam dakwaan kedua. Soalnya, ia menerima hadiah atau janji terkait pengurusan sengketa Pilkada di empat Kabupaten, yaitu Buton, Morotai, Jawa Timur dan Tapanuli Tengah. Akil adalah ketua hakim panel dalam empat perkara sengketa pemilukada ini.
Dari sengketa pemilukada Kabupaten Buton, Akil disebut menerima uang sebesar Rp 1 miliar. Ia juga menerima Rp 2,98 miliar dari sengketa pemilukada Kabupaten Morotai, dan Rp 1,8 miliar dari sengketa pemilukada Kabupaten Tapanuli Tengah. Akil juga mendapatkan janji uang Rp 10 miliar dari pemilihan Gubernur Jawa Timur.
Dalam dakwaan ketiga, Akil disebut memeras Wakil Gubernur Papua 2006-201, Alex Hagesem. Ia meminta Alex memberikan uang Rp 125 juta. Permintaan ini terkait dengan perkara sengketa pemilukada di Kabupaten Merauke, Asmat, Boven Digoel. Ia dikenai Pasal 12 huruf e Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP atau Pasal 11 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan dalam dakwaan ke empat, Akil didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 7,5 miliar dari adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana Chasan alias Wawan. Pemberian itu diduga untuk memenangkan pasangan Atut-Rano Karno sebagai pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur terpilih yang kemenangannya digugat ke MK. Ia dijerat dengan Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
NUR ALFIYAH