TEMPO.CO , Yogyakarta--Komplek Kepatihan masih muram dan pucat, Ahad 16 Februari 2014. Abu vulkanik berwarna putih masih menempel di halaman, jalan, atap, juga bangsal dan hampir semua ruangan. Komplek itu dihuni ruang kerja Gubernur dan Wakil Gubernur DIY beserta sejumlah satuan kerja perangkat daerahnya.
Sebanyak 200 orang dikerahkan untuk membersihkan komplek tersebut. Mereka mengandalkan belasan hidran untuk menyemprot abu. Ruang gubernur pun sibuk, karena tengah digelar rapat koordinasi untuk mengatasi kelumpuhan aktivitas kegiatan di DIY pascahujan abu vulkanik letusan gunung Kelud. Salah satu kesimpulannya, aktivitas macet, karena fasilitas publik belum bersih. Fasilitas belum bersih, karena abu vulkanik banyak menempel di atap dan pepohonan.
"Kata beliau (Sultan Hamengku Buwono X), membersihkan abu vulkanik itu seperti mandi junub (mandi besar). Harus dari atas. Kalau atas belum bersih, kan abu masih jatuh terus," kata Kepala Kepolisian Daerah DIY Brigadir Jenderal Polisi Haka Astana saat ditemui usai rapat koordinasi di Kepatihan, Ahad (16/2).
Haka pun menggoyang pohon di sampingnya. Butiran abu yang lembut pun berjatuhan. Persoalannya, hujan belum juga turun di wilayah Yogyakarta, Sleman, Bantul, dan Kulon Progo. Berbeda dengan wilayah Gunung Kidul yang mengalami hujan lebat usai bertabur abu. Air hujan diandalkan untuk mempercepat proses pembersihan dari atas. Apabila terpaksa, cara manual harus ditempuh.
"Kalau membersihkan atap pakai sapu, silakan. Tapi jangan naik ke atap. Disemprot air dari bawah atau pakai tangga. Karena kalau injak atap, licin," kata Sultan mengimbau dengan pemaparan cukup detil.
Abu vulkanik yang dibersihkan pun tak boleh dibuang ke saluran drainase. Melainkan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Nantinya, abu vulkanik itu bisa dimanfaatkan petani untuk pupuk. Proses pembersihan komplek Kepatihan pun disediakan tiga ribu kantong plastik. "Silakan minta kantong plastic ke Dinas Pekerjaan Umum setempat. Kalau tidak ada, bisa minta ke tingkat provinsi," kata Sultan.
Proses wawancara dengan Sultan pun berhenti sejenak. Lantaran hujan tiba-tiba mengguyur komplek Kepatihan dan sekitarnya. Air hujan yang jatuh ke tanah membuat abu-abu beterbangan. Sultan yang mengenakan masker sempat menutup mata untuk menghindari debu. Di sisi lain, air hujan menggelontorkan abu dari atap yang tumpah ke bawah berwarna kecoklatan. "Doanya makbul," kata Sultan singkat sebagai tanda syukur
Air, lanjut Sultan, bisa membuat abu mengeras seperti beton. Tetapi apabila ditiup angin, bisa menjadi debu yang mengotori tempat di bawahnya. "Tapi kalau diinjak, licin. Motor kalau lewat bisa jatuh kalau enggak hati-hati," kata Sultan.
Gubernur sekaligus Raja Keraton Yogyakarta itu menyempatkan berdiri di timur bangsal untuk menikmati air hujan yang tumpah kali pertama sejak diguyur hujan abu pada 14 Februari lalu. Sebelum kemudian beranjak pulang. Meski hujan hanya berlangsung lima menit. Namun derasnya cukup mengurai debu vulkanik di atap-atap bangunan. (Simak info terkini #GunungKelud)
PITO AGUSTIN RUDIANA
Baca juga:
Abu Kelud Menyerbu ke Gerbong Kereta Bisnis
Kunjungi Korban Kelud, Ini Kereta Ani Yudhoyono
Pasca-erupsi Kelud, PT KAI Tidak Tambah Kereta
Warga Yogya Semringah Abu Kelud Diguyur Hujan