TEMPO.CO, Cirebon - Beberapa bulan vakum menjual minuman keras atau beralkohol, pengusaha hiburan di Kota Cirebon kini mulai berani menjual minuman tersebut kembali. "Dasar kami jelas, aturan yang lebih tinggi dari perda larang miras di Kota Cirebon," kata Joko Witantri, Ketua Asosiasi Pelaku dan Pekerja Usaha Kepariwisataan Kota Cirebon.
Padahal, Pemerintah Kota Cirebon telah memiliki perda no 4 tahun 2013 yang melarang minuman beralhokol dijual di lokasi mana pun di Kota Cirebon. Ini berarti Kota Cirebon dinyatakan steril dari peredaran minuman jenis tersebut. Kondisi ini pun dikeluhkan pengusaha dan pekerja ratusan tempat hiburan di Kota Cirebon.
Setelah ditetapkan pertengahan tahun lalu, kini pengusaha hiburan mulai berani kembali menjual minuman beralkohol di tempat mereka. "Dasarnya yaitu peraturan presiden (perpres) no 74 tahun 2013 tentang peredaran minuman beralkohol," kata Joko. Perpres tersebut dikeluarkan pada 6 Desember 2013 lalu.
Dalam perpres tersebut menyebutkan jika minuman beralkohol golongan a, b dan c hanya dapat dijual di hotel, bar dan resto serta tempat-tempat tertentu. Atas dasar perpres itulah saat ini pengusaha hiburan di Kota Cirebon kembali berani menjual minuman beralkohol di tempat mereka. "Perpres ini kedudukannya lebih tinggi daripada perda. Jadi kami mengikuti perpres ini," kata Joko.
Jika ada pihak yang menolaknya, Joko mempersilahkan kepada mereka untuk menggugat perda tersebut. "Kepada polisi kami minta bertindak tegas, terutama jika ada ormas yang bertindak anarkis," katanya.
Sementara itu Humas Asosiasi Pelaku dan Pekerja Usaha Kepariwisataan Kota Cirebon, M Iqbal Rizki, menjelaskan jika pelarangan penjualan mihol di Kota Cirebon membuat pengusaha hiburan dan resto di Kota Cirebon merugi. "Kerugiannya bahkan mencapai hingga 50 persen," katanya. Ada pun jumlah hotel dan tempat hiburan di Kota Cirebon mencapai sekitar 600.
Penurunan omset tersebut menurut Iqbal bisa dilihat dari menurunnya penjualan food and beverage di tiap hotel dan tempat hiburan. "Biasanya kalau pesan bir dingin kan ada makanan kecil juga yang dipesan. Itu berkurang," katanya.
Padahal, lanjut Iqbal, konsumen mereka bukan hanya orang Indonesia maupun warga Kota Cirebon, tapi juga ekspatriat yang banyak bekerja di sejumlah perusahaan besar yang ada di Cirebon."Akhirnya mereka memilih tempat hiburan di kabupaten Cirebon," kata Iqbal. Kondisi ini otomatis membuat pemasukan asli daerah (PAD) Kota Cirebon dari sektor pariwisata terus berkurang.
IVANSYAH