TEMPO.CO, Jakarta - Sejarawan Asvi Warman Adam menganggap protes Singapura terhadap penamaan kapal perang Indonesia Usman-Harun ironis. "Menjadi ironis sebab pihak Singapura sendiri yang menjadikan mereka pahlawan," ujar Asvi, ketika dihubungi Tempo, Senin, 10 Februari 2014.
Usman Haji Mohamed Ali dan Harun Said merupakan dua anggota Komando Korps Operasi, sekarang Marinir. Usman dan Harun mengebom MacDonald House di Orchad Road yang menewaskan tiga orang pada masa konfrontasi dengan Malaysia, pada 1965.
Menurut Asvi, Presiden Soeharto sudah meminta Perdana Menteri Lee Kuan Yew untuk membebaskan Usman dan Harun dari hukuman mati pada 1968. Namun, permintaan tersebut tak dikabulkan. Keduanya dieksekusi di Singapura pada 17 Oktober 1968.
"Harusnya bisa dipahami, saat itu sedang dalam kondisi perang, memang harus melakukan berbagai siasat dan serangan," kata Asvi. "Harusnya mereka tak dihukum mati."
Kemarin, Singapura membatalkan undangan pada Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam Singapore Airshow, pameran dirgantara terbesar di Singapura. Namun, tim aerobatik udara Jupiter sendiri sudah berada di Singapura. Namun, tim batal tampil dalam acara yang dihelat pada 11-16 Februari 2014.
Pembatalan ini masih berhubungan dengan protes Singapura terkait penamaan KRI Usman Harun. Singapura menganggap pemerintah Indonesia tak sensitif dengan menggunakan nama Usman-Harun sebagai julukan KRI.
TIKA PRIMANDARI
Terkait:
Bagaimana Upaya Terakhir RI Bebaskan Usman-Harun?
Soal Usman Harun, Panglima TNI Batal ke Singapura
Buntut Usman Harun, RI Mundur dari Singapore Airshow
Tim Jupiter Batal Tampil di Singapore Airshow