TEMPO.CO, Magelang - Peneliti Institute for Research and Empowerment Yogyakarta Arie Sudjito mengatakan desa perlu menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas setelah pengesahan Undang-Undang Desa. Perangkat desa hendaknya memiliki kemampuan yang cukup mengelola dana alokasi desa. Misalnya ketika menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa.
Desa juga perlu mengaktifkan kembali Badan Permusyawaratan Desa “Pengunaan alokasi dana desa perlu kontrol BPD,” kata Arie pada acara Forum Desa Nusantara di Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu, 8 Februari 2014.
Acara itu melibatkan sejumlah kepala desa dari berbagai wilayah di Indonesia. Ada dari Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Budiman Sudjatmiko, Ketua Panitia Khusus Undang-Undang Desa Akhmad Muqowwam, Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko, dan Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri Tarmizi A Karim.
Arie menyatakan Undang-Undang Desa menguatkan posisi desa karena desa punya kewenangan penuh mengelola ihwal yang berkaitan dengan pemberdayaan desa. Aturan ini juga menjadi contoh penerapan demokrasi di Indonesia. Sosiolog Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini menggambarkan struktur desa di Indonesia sangat kaya. Desa di Jawa berbeda sama sekali dengan desa di Aceh, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, dan lainnya.
Keunikan desa itu dijamin keragamannya dalam Undang-Undang Desa. Aturan ini menunjukkan tidak ada penyeragaman struktur desa agar seragam dengan desa di Jawa seperti masa Orde Baru. “Aturan ini reformis karena menghargai masyarakat adat,” kata dia.
Baca Juga:
Arie juga mengkritik pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan yang saban tahun berlangsung di tingkat nasional. Kegiatan ini kerap tidak menyentuh persoalan desa. Musrenbang hanya formalitas. Akibatnya, desa menjadi terpinggirkan.
SHINTA MAHARANI