TEMPO.CO, Purwokerto - Penasihat hukum bekas Rektor Universitas Jenderal Soedirman Edy Yuwono memprotes pengawalan ketat kliennya saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jawa Tengah, Rabu, 27 November 2013. Selama dalam perjalanan dari Lapas Purwokerto hingga ruang sidang, Edy dikawal anggota Brimob dengan tangan diborgol. “Sangat berlebihan, perlakuannya seperti terdakwa kasus terorisme,” kata pengacara Edy Yuwono, Sugeng Riyadi, di Purwokerto, Jawa Tengah, Kamis, 28 November 2013.
Edy Yuwono terlihat lebih kurus dibanding saat sebelum ditangkap. Jenggot putihnya juga terlihat lebih panjang. Edy yang mengenakan rompi kuning seragam terdakwa kasus korupsi dikawal enam anggota Brimob bersenjata laras panjang saat menuju pengadilan. “Klien saya bahkan harus dikawal hingga toilet,” ujarnya.
Menurut dia, perlakuan terhadap kliennya tidak usah terlalu berlebihan, apalagi harus diborgol. Dia beralasan, sejak proses penyidikan hingga persidangan, kliennya tidak pernah mempersulit dan selalu kooperatif. “Kami protes pengawalan ketat polisi, ini tugas jaksa untuk menghadirkan ke pengadilan,” katanya.
Dia berspekulasi, perlakuan berlebihan terhadap Edy itu merupakan bentuk ketidakkompakan jaksa. “Ada konflik internal di kalangan jaksa yang menginginkan Edy lepas dan satu sisi lainnya menginginkan Edy tetap diproses,” ujarnya. Tapi kejaksaan tetap menyeret Edy ke pengadilan dengan dakwaan melakukan perbuatan korupsi senilai Rp 2,154 miliar dari total nilai proyek kerja sama dengan PT Aneka Tambang sebesar Rp 5,8 miliar dengan ancaman pidana 20 tahun penjara.
Jaksa penuntut umum, Hasan Nurodin Achmad, saat pembacaan surat dakwaan mengatakan, dana CSR PT Antam seharusnya digunakan untuk mengembangkan bidang peternakan dan pertanian. Dalam proyek itu, Edy bertindak sebagai kuasa pengguna anggaran dan penanggung jawab, Pembantu Rektor IV Unsoed Budi Rustomo menjadi ketua pelaksana program, dan Kepala UPT Percetakan Winarto Hadi bertindak sebagai bendahara.
”Realita di lapangan ternyata ditemukan adanya penyimpangan yang tidak sesuai dengan kerangka acuan kerja (KAK). Yakni tidak ada pos keamanan, sumur peternakan itik, tempat pakan ayam, kandang pengembangbiakan ternak sapi, dan bak penyemaian ikan,” katanya.
ARIS ANDRIANTO