TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi diminta berbenah diri agar kejadian penghinaan terhadap peradilan alias contempt of court tak terulang lagi. Mantan hakim Asep Iwan Iriawan, yang kini mengajar di Universitas Trisakti, berpendapat, kericuhan pendukung pihak penggugat sengketa Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Maluku dalam sidang 14 November kemarin berakar pada krisis kepercayaan. Berikut ini kutipan wawancara Tempo dengan Asep yang dilakukan melalui sambungan telepon pada Jumat, 15 November 2013.
Mengapa kerusuhan di Mahkamah Konstitusi bisa terjadi?
Ini masalah kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah yang berkurang karena skandal dugaan korupsi Akil Mochtar. Mahkamah sebelumnya punya harkat, martabat, dan dipandang terhormat. Tapi, setelah kasus Akil, yang dianggap representasi dari lembaga itu, masyarakat marah dan kepercayaannya merosot. Saat penggugat kalah, pendukungnya langsung marah dan tidak takut menyalurkan kemarahannya dengan cara yang salah. Dulu tidak pernah ada yang berani begitu di Mahkamah Konstitusi.
Apakah tindakan Mahkamah memperketat pengamanannya sudah tepat untuk mencegah kejadian serupa terulang?
Itu saja tidak cukup. Mereka harus menunjukkan kepada publik bahwa hakim-hakim konstitusi itu bersih, bahwa mereka punya intelektualitas, moralitas, sekaligus integritas. Akan susah dibenahi dalam tiga bulan (seperti janji Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva) karena masyarakat akan terus menduga Mahkamah tercemar, setidaknya sampai kasus Akil sudah berkekuatan hukum tetap.
Apakah Tergolong Penghinaan