TEMPO.CO, Jakarta - Forum Pascasarjana Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (Forpas HTN UI) melaporkan dugaan pelanggaran kode etik anggota Komisi Pemilihan Umum dalam penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu. Presidium Forpas HTN UI, Muhammad Imam Nasef, mengatakan ada tiga masalah dugaan pelanggaran KPU dalam penetapan DPT saat sidang pleno pada 4 November lalu.
"DKPP memiliki otoritas melakukan pemeriksaan kode etik terhadap penyelenggaran pemilu. Kami ingin memastikan keabsahan hasil pleno pada 4 November kemarin," kata dia di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Rabu, 6 November 2013. Sebab, menurut dia, penyelenggaran pemilu yang baik bisa dilihat dari bagaimana penyelenggara pemilu dapat menyelesaikan tahapan-tahapan dengan baik.
Dugaan pelanggaran yang pertama, kata Nasef, KPU terbukti tidak mampu menetapkan DPT sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Sedianya, penetapan rekapitulasi DPT sesuai jadwal pada 23 Oktober 2013 berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Namun, KPU menetapkan DPT melalui sidang pleno yang diselenggarakan pada 4 November 2013. "KPU telah melakukan pelanggaran undang-undang. KPU berkewajiban menyelenggarakan tahapan-tahapan tepat waktu," kata dia.
Dugaan pelanggaran kode etik yang kedua, Nasef melanjutkan, terkait dengan penundaan penetapan rekapitulasi DPT secara nasional yang tidak ada dasar hukumnya. "Pemunduran itu sampai 4 November 2013, tidak ada landasan hukumnya. Ini melanggar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2003," tuturnya.
Berikutnya adalah penetapan hasil DPT yang diduga melanggar kode etik. Menurut Nasef, KPU telah menetapkan jumlah DPT sekitar 186 juta orang. Namun, ada sekitar 10,4 juta orang yang belum memenuhi salah satu dari lima elemen kependudukan, seperti nomor induk keluarga, nama, jenis kelamin, alamat, dan tanggal lahir. "10,4 juta itu belum mencantumkan NIK, tapi KPU sudah bilang itu DPT. Kalau ada yang fiktif itu bagaimana?" ucapnya bertanya.
Dari ketiga dugaan-dugaan pelanggaran kode etik tersebut, pihaknya telah menyiapkan bukti yang kuat. Oleh sebab itu, ia berharap DKPP segera menindaklanjuti laporan dari Forpas HTN UI tersebut.
Komisioner DKPP, Saut H. Sirait, mengatakan nantinya DKPP memiliki sikap sendiri yang sesuai aturan maupun prosedurnya. "Kami menerima saja, ini bukan sidang. Kami rumah yang terbuka untuk pengaduan," ujar Saut.
Laporan ini, katanya, akan ditindaklanjuti dalam lima hari ke depan. Hal ini untuk mengkaji apakah bukti-bukti yang diajukan cukup kuat atau masih kurang.
LINDA TRIANITA