TEMPO.CO, Madiun - Banyak calon anggota legislatif DPRD Kabupaten Madiun, Jawa Timur, keberatan dengan pembatasan pemasangan alat peraga kampanye seperti yang tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013. Subari, caleg dari PDI Perjuangan, menegaskan hal itu akan berimbas negatif pada para kandidat yang maju dalam pemilu tahun depan. ‘’Sangat merugikan, karena hak sosialisasi caleg dibatasi,’’ katanya, Jumat, 25 Oktober 2013.
Di saat satu baliho kampanye harus terpasang di satu desa, menurut dia, akan menyusahkan caleg memperkenalkan diri kepada warga di daerah pemilihannya.
Karena itu, Subari berencana tidak akan mencopot belasan baliho yang kini telah terpasang di dapilnya, yakni Kecamatan Wungu, Gemarang, dan Kare. Ia mengklaim alat peraga kampanye itu telah mendapat izin dari Pemerintah Kabupaten Madiun. "Pengusaha jasa reklame yang saya kontrak sudah mengurusnya ke KPPT (Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu). Pajak reklame juga sudah dibayar," ujarnya.
Biaya yang telah dikeluarkan untuk pencetakan dan alat peraga itu sekitar Rp 20 juta. Duit diambil dari kantong pribadi. Dengan telah membayar pajak reklame, Subari menilai pihak Pemkab tidak bisa seenaknya melakukan penertiban. Jika pencopotan paksa tetap dijalankan oleh petugas atas rekomendasi dari panitia pengawas pemilu, ia akan berontak. "Coba kalau berani, lihat saja nanti," katanya dengan nada tinggi.
Senada dikatakan Heru Sutikno, caleg dari Partai Hanura. Menurut dia, pembatasan pemasangan alat peraga kampanye merugikan dirinya. "Sudah terlanjur pesan baliho dalam jumlah banyak. Mau dibatalkan jelas tidak mungkin, karena pihak percetakan tidak mau tahu," ungkap caleg dari dapil Kecamatan Saradan dan Mejayan itu. Jumlah baliho yang terlanjur dipesannya sebanyak 240 buah.
Di Yogyakarta, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Yogyakarta menemukan sedikitnya 200 alat peraga kampanye milik calon legislatif dan partai politik di Kota Yogyakarta yang melanggar peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2013.
Ketua Panwaslu Kota Yogyakarta Agus Triyanto kepada Tempo menuturkan, pihaknya telah menyerahkan rekapan data pelanggaran itu sejak pekan lalu kepada Dinas Ketertiban Pemerintah Kota Yogyakarta. "Total ada 21 titik dan kebanyakan menggunakan sarana dan fasilitas negara, seperti tiang listrik dan tiang telepon," kata Agus, Jumat, 25 Oktober 2013.
Selain memanfaatkan sarana milik negara itu, alat peraga yang kebanyakan spanduk dan poster tersebut juga masih banyak merusak lingkungan dengan menggunakan pohon. Padahal Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti telah mendeklarasikan bersama kesepakatan agar para calon legislator tidak merusak lingkungan.
Agus menuturkan, rekomendasi untuk pencabutan dan penurunan alat peraga kampanye ini sebenarnya sudah dikuatkan dengan perubahan Peraturan Wali Kota 21 Tahun 2013 menjadi Peraturan Wali Kota Nomor 46 Tahun 2013.
"Perubahan ini untuk menyesuaikan dengan landasan hukum penguat aturan KPU yang baru," kata dia. Salah satu poin pokok yang dimuat dalam aturan baru KPU itu yakni tentang zonasi dan ketentuan jenis alat peraga.
NOFIKA DIAN NUGROHO | PRIBADI WICAKSONO
Berita terpopuler:
Menteri Gamawan: FPI Aset yang Perlu Dipelihara
Soal Kasus Wawan, Adnan Buyung Mau Gugat KPK
Tren Korupsi Banten, Temuan BPK: Main Proyek Nyawa