TEMPO.CO, Nunukan - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Agung Kuswandono meminta anak buahnya di lapangan agar lebih luwes menghadapi kondisi khusus di perbatasan Kalimantan. "Kalian harus lihat kondisi warga," katanya saat melakukan inspeksi ke kantor Bea Cukai Nunukan, Selasa kemarin, 8 Oktober 2013.
Kepada Agung, sejumlah petugas Bea dan Cukai di kawasan perbatasan mengaku kerap kali dihinggapi rasa serbasalah ketika mengawasi dan memeriksa barang kebutuhan pokok. Karena letaknya yang jauh, warga yang hidup di perbatasan sulit mendapatkan suplai kebutuhan pokok dan energi dari Indonesia. Mereka lebih mudah mendapatkan barang dari negera tetangga yang jauh lebih dekat.
Kondisi ini membuat lalu lintas barang antarnegara di kawasan perbatasan meningkat. Sesuai peraturan, lalu lintas barang itu tentu harus diawasi dan dikenai pajak.
Di Pelabuhan Tunon Taka, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, yang berbatasan dengan Sabah dan Serawak, Malaysia, misalnya, warga dikenai tarif bea masuk jika membawa barang dari negeri jiran itu dengan nilai di atas Rp 1,5 juta atau RM 600. Di bawah jumlah itu, warga yang mengantongi kartu izin lintas batas (KILB) bebas biaya.
Kepala Pabean Nunukan, Bambang Wikarsono, mengatakan hampir 90 persen kebutuhan pokok masyarakat diimpor dari Tawau, Malaysia. Bahkan, dari pantauan Tempo, warga Nunukan antre memperoleh bahan bakar minyak bersubsidi.
Menghadapi keluhan anak buahnya, Dirjen Bea Cukai berharap petugas pabean mulai meningkatkan sisi pengawasan yang kalah jauh kinerjanya ketimbang sisi penerimaan. Ia meminta petugas berlaku adil kepada siapa pun yang wajib diawasi dan dipungut tarif. "Jangan kepada si A galak, kepada si B ramah," katanya.
AKBAR TRI KURNIAWAN
Berita Terpopuler
Inikah Foto Daryono, Sopir 'Misterius' Akil?
Bisnis Istri Akil dari Perkebunan hingga Batu Bara
Pengacara: Wawan Suami Airin Kaya Sejak Kecil
KPK Panggil Ratu Atut di 'Jumat Keramat'
Narkoba di Meja Akil Dibungkus Plastik Obat MK-RI