TEMPO.CO, Jakarta - Herman Haji Bacok, tokoh masyarakat Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, mendesak terbentuknya Kotamadya Sebatik. Alasannya, warga lima kecamatan di pulau yang langsung berbatasan dengan Malaysia itu terisolir secara ekonomi.
Menurut Herman, Badan Keselamatan Negara Malaysia mensyaratkan kapal WNI yang masuk ke Kota Tawau, Malaysia, harus berasal dari Nunukan. "Kapal dari Sebatik tidak bisa masuk langsung," katanya kepada Tempo, Kamis, 10 Oktober 2013.
Malaysia hanya menerima kapal yang berstempel otoritas resmi Indonesia yang ada di Nunukan. Otoritas yang menginduk ke Nunukan itu tidak ada di Sebatik. Syarat itu dianggap menyulitkan karena warga Sebatik hanya membutuhkan 15 menit dengan kapal motor kecil menuju Tawau. Adapun jika menempuh Sebatik-Nunukan-Tawau menghabiskan waktu lebih dari empat jam.
Herman menilai kondisi itu bisa diubah jika Sebatik naik status menjadi kotamadya. Usulan pemekaran sudah disetujui Pemerintah Kabupaten Nunukan dan Provinsi Kalimantan Timur. Pada Senin, 2 September lalu, Bupati Nunukan Basri beraudiensi dengan Dewan Perwakilan Daerah mendesak pembahasan Kotamadya Sebatik. Menurut Basri, pemekaran Sebatik tidak merugikan Nunukan.
Pulau Sebatik yang luasnya 247 kilometer persegi terbagi dua wilayah. Bagian selatan masuk Indonesia dan utara ikut Malaysia. Dua negara itu dipisahkan, salah satunya oleh sungai yang lebarnya hanya sepuluh meter. Di atas pulau ini ada lima kecamatan, yaitu Sebatik Induk, Sebatik Barat, Sebatik Utara, Sebatik Tengah, dan Sebatik Timur.
AKBAR TRI KURNIAWAN
Berita Lainnya:
Ahok: Penjarakan Pembakar Halte Transjakarta
Menteri Gamawan Izinkan Airin Pulang Lebih Cepat
Narkoba di Meja Akil Dibungkus Plastik Obat MK-RI
Terduga Pembunuh Holly Terungkap dari CCTV
Jokowi Disayang Media, Awal Popularitas di Socmed