TEMPO.CO, Kupang - Gubernur Nusa Tenggara Timur Frans Lebu Raya, Jumat, 4 Oktober 2013, memimpin rapat yang membahas alotnya pelaksanaan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Belu periode 2013-2018. ”Kami harus mengkonsultasikannya dengan Menteri Dalam Negeri,” katanya kepada wartawan seusai rapat.
Menurut Frans, keputusan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi diperlukan sebagai payung hukum, dan paling lambat sudah harus diterimanya pada 8 Oktober 2013. ”Kami membutuhkan kejelasan, apakah harus tetap dilakukan sesuai jadwal atau bisa ditunda,” ujarnya.
Frans menjelaskan, perbedaan sikap antara Pemerintah Kabupaten Belu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat sulit dipertemukan. Pemerintah Kabupaten Belu hanya mau menyediakan anggaran Rp 12 miliar karena tidak mau melibatkan penduduk Daerah Otonom Baru (DOB) Malaka, yang telah ditetapkan jadi kabupaten baru.
Juru bicara KPU NTT, Djidon de Haan, mengatakan pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Belu periode 2013-2018 sulit digelar. Sebab, sesuai undang-undang tentang pemilu kepala daerah (pilkada), pelaksanaan pilkada harus dilakukan enam bulan sebelum berakhirnya masa jabatan bupati dan wakil bupati periode 2008-2013. "Dari tenggat waktu yang tersedia, Pilkada Belu sangat sulit dilaksanakan,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Belu periode 2013-2018 seharusnya digelar November 2013. Sebab, masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Belu periode 2008-2013 berakhir pada Februari 2014.
Perbedaan pendapat antara Pemerintah Kabupaten Belu dan KPU setempat, terutama berkaitan dengan daftar penduduk pemilih potensial pemilu (DP4), menjadi sumber masalah. Akibatnya, KPU Belu belum bisa melakukan seluruh tahapan atau proses pilkada.
Pemerintah Kabupaten Belu yang saat ini dipimpin Bupati Joakim da Lopes berkukuh pada sikapnya bahwa DP4 hanya berasal dari 12 kecamatan. Sebab, penduduk 12 kecamatan lainnya tidak bisa dimasukkan dalam DP4 karena menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Malaka.
Atas dasar itu, Pemerintah Kabupaten Belu hanya menyediakan anggaran pilkada senilai Rp 12 miliar. Sebaliknya, KPU Belu berkukuh bahwa DP4 menyangkut seluruh penduduk di 24 kecamatan yang masuk wilayah Kabupaten Belu. Sebab, Malaka belum diresmikan sebagai kabupaten baru.
Ketua KPU Belu Jhon Depa mengatakan, anggaran yang dibutuhkan minimal Rp 24 miliar, dengan perhitungan setiap kecamatan membutuhkan biaya Rp 1 miliar, mulai dari proses pemutakhiran data penduduk, penyusunan DP4, serta penyusunan daftar pemilih sementara (DPS) dan daftar pemilih tetap (DPT).
Angggaran Rp 24 miliar tersebut juga diperlukan untuk membiayai berbagai tahapan lainnya yang harus dilakukan KPU Belu, termasuk sosialisasi, verifikasi pasangan calon, penetapan pasangan calon, hingga pemungutan dan penghitungan suara.
Jhon Depa juga menjelaskan, Belu merupakan satu-satunya kabupaten di NTT yang belum melaksanakan pemilihan. Penyelenggaraan pilkada juga tidak dilakukan pada 2014. Sebab, KPU harus berkonsentrasi melaksanakan tahapan pemilihan anggota legislatif serta pemilihan presiden dan wakil presiden. Jika harus ditunda, baru bisa dilaksanakan pada 2015.
YOHANES SEO