TEMPO.CO, Kediri-Sosok Akil Mochtar sebagai hakim Mahkamah Konstitusi sudah lama menjadi bahan pergunjingan di kalangan advokat. Akil dinilai tidak memiliki sikap netral dan berat sebelah dalam memutus perkara sengketa pilkada, apalagi sengketa yang melibatkan Partai Golkar.
Donny Tri Istiqomah, advokat dari kantor pengacara The Young Brothers yang bermarkas di Jakarta mengatakan Akil Mochtar kerap memangkas hak tergugat maupun penggugat yang dianggap berseberangan dengan kepentingannya. “Sudah sejak dulu Akil Mochtar tak netral,” kata Donny saat dihubungi Tempo, Kamis 3 Oktober 2013.
Penilaian ini dikemukakan Donny yang mengaku kerap menjalani sidang gugatan pilkada di Mahkamah Konstitusi. Bersama tiga advokat lainnya, misalnya, ia pernah ditunjuk Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk menangani gugatan pilkada di Mahkamah Konstitusi. “Calon dari Golkar sudah pasti menang jika dipimpin Akil,” kata pengacara yang berdomisili di Kediri ini.
Lantas bagaimana dengan dugaan pemerasan atau suap yang mungkin dilakukan Akil? Donny mengaku hanya mendengar rumor. Selama ini kabar tersebut memang kerap berkelindan di kalangan advokat tanpa bisa dibuktikan sama sekali.
Bekas Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Salahuddin Wahid mengharapkan putusan-putusan MK yang dianggap janggal, khususnya kasus sengketa pilkada, harus dikaji ulang. “Kalau keputusan yang lalu seandainya bisa ditelusuri dan ada permainan, apakah putusannya bisa dibatalkan atau tidak, saya enggak tahu dan harus dipikirkan,” kata dia.
Ia menyayangkan ulah Akil sebagai penegak hukum. “Apa dia enggak sadar kalau disadap. Ini tragis,” ucapnya. Menurutnya Akil Mochtar telah merusak sistem hukum tata negara yang sudah dibangun MK selama ini. Ia pun berharap gugatan sengketa pilkada Jawa Timur di MK bebas dari suap menyuap.
ISHOMUDDIN | HARI TRI WASONO