TEMPO.CO, Banyuwangi - Ratusan petani Kampung Bongkoran, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa, 24 September 2013, menggelar unjuk rasa di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pemerintah kabupaten setempat. Mereka menuntut hak atas tanah seluas 220 hektare yang akan dialihfungsikan untuk kawasan industri.
Unjuk rasa di depan gedung DPRD nyaris ricuh. Puluhan polisi yang berjaga di depan gedung DPRD melarang demonstran masuk ke dalam gedung DPRD. Terjadi saling dorong pintu gerbang antara demonstran dan polisi. Pengunjuk rassa bahkan naik ke atas pagar. "Ini gedung rakyat, kenapa kami tidak boleh masuk," kata Ketua Organisasi Petani Wongsorejo, Yateno.
Kemarahan petani akhirnya reda setelah 10 perwakilan mereka diterima anggota DPRD. Mereka berdialog di ruang Komisi I. Yateno meminta DPRD mengeluarkan rekomendasi, yang mengakui lahan 220 hektare di Bongkoran tersebut sah milik petani. "Itu tanah kelahiran kami," ujar dia.
Yateno menjelaskan, sekitar 287 kepala keluarga menetap di tanah Bongkoran itu sejak 1950-an. Namun, pada 1980 pemerintah menerbitkan hak guna usaha kepada PT Wongsorejo, perusahaan perkebunan randu, pada lahan seluas 603 hektare, termasuk di dalamnya lahan milik petani.
Hak guna usaha tersebut sejatinya telah berakhir masa berlakunya pada akhir 2012 lalu. Namun, perusahaan dan Pemerintah Banyuwangi memperpanjang HGU, dengan alasan bahwa lahan tersebut akan digunakan untuk kawasan industri terpadu. Petani hanya diberi lahan seluas 60 hektare. "Kami tak mau ditindas oleh perusahaan," ucap Yateno.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pernah menyelidiki sengketa lahan tersebut pada awal Juli 2013. Petani juga mengadukan masalah tersebut ke DPR-RI. Anggota DPRD Banyuwangi Sudjarwo Arkat berjanji akan menerbitkan surat rekomendasi setelah menggelar rapat paripurna. Dia memohon agar para petani memaklumi kesibukan anggota DPRD menghadapi Pemilu Legislatif 2014.
"Pekerjaan yang harus dilakukan anggota DPRD juga banyak," tuturnya.
IKA NINGTYAS