TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Yudisal Suparman Marzuki mengatakan lembaganya akan menurunkan tim yang terdiri dari dua orang untuk memantau sidang putusan perkara dugaan korupsi dan pencucian uang proyek simulator mengemudi dengan terdakwa Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo.
Suparman menjelaskan, lembaganya sudah memantau dari awal persidangan Djoko Susilo. Sejauh ini, dia menjelaskan, Komisi Yudisial menilai persidangan sudah berjalan dengan baik. Namun, ia membenarkan ada beberapa laporan dalam sidang sebelumnya yang menyatakan bahwa hakim bertindak tidak imparsial.
Dia mengatakan imparsial adalah ketika suatu kekuasaan pengadilan tidak boleh dipengaruhi pihak luar. "Tapi, setelah kami beri peringatan ke hakimnya, hakim sudah memimpin persidangan dengan objektif," ujar Suparman ketika dihubungi, Selasa, 3 September 2013.
Suparman mengatakan dirinya percaya kepada majelis hakim bisa bertindak secara objektif terkait dengan kasus ini. Dirinya mengatakan tidak ingin mencampuri putusan hakim dalam kasus ini. Tugas Komisi Yudisial adalah memastikan persidangan berjalan dengan baik dan adil.
"Karena ini merupakan kasus krusial, maka putusan hakim merupakan upaya investasi hukum. Jangan sampai karena putusan ini, malah terjadi demoralisasi hukum. Kita semua tidak ingin hal tersebut terjadi," tutur Suparman.
Rencananya, sidang putusan akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 3 September 2013. Dalam tuntutannya, jaksa KPK juga menilai Djoko terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang untuk periode 2003-2010 dan 2010-2012.
Djoko dianggap terbukti menyamarkan hartanya yang diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi dalam bentuk investasi bisnis, kendaraan, dan tempat tinggal dengan mengatasnamakan para istri dan keluarganya.
Kepemilikan harta Djoko dianggap tidak sesuai dengan profilnya sebagai pejabat kepolisian. Untuk periode 2003-2010, Djoko memiliki total aset senilai Rp 54,6 miliar dan US$ 60 ribu. Padahal, total penghasilan yang diperolehnya sebagai pejabat Polri ketika itu hanya Rp 407 juta dan penghasilan lainnya sekitar Rp 1,2 miliar.
Dalam periode itu, Djoko pernah menjabat sebagai Kapolres Bekasi, Kapolres Metro Jakarta Utara, Dirlantas Polda Metro Jaya, Wadirlantas Babinkam Polri, serta Dirlantas Babinkam Polri, dan Kakorlantas.
Kemudian dalam periode 2010-2012, penghasilan Djoko sebagai pejabat Polri hanya sekitar Rp 235,7 juta ditambah penghasilan lainnya senilai Rp 1,2 miliar. Namun, dalam periode tersebut Djoko membeli aset sekitar Rp 63,7 miliar. Dalam periode ini, Djoko menjabat sebagai Dirlantas Babinkam Polri, Kakorlantas, dan Gubernur Akpol.
Sementara terkait dengan pengadaan simulator untuk ujian SIM, Djoko dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri, pihak lain, atau suatu korporasi. Dia dianggap terbukti menunjuk PT Citra Mandiri Metalindo Abadi sebagai pelaksana proyek simulator SIM dan menggelembungkan harga alat simulator SIM. Dari perbuatannya ini, Djoko memperoleh keuntungan Rp 32 miliar.
Jaksa KPK menuntut Djoko dijatuhi hukuman 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Djoko juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar keuntungan yang diperolehnya dari proyek simulator SIM, yakni Rp 32 miliar. Selain menuntut hukuman pidana, jaksa KPK meminta agar dalam putusannya majelis hakim Tipikor menambah hukuman berupa pencabutan hak politik Djoko untuk memilih atau dipilih pada jabatan publik.
GALVAN YUDISTIRA
Topik terhangat: Jalan Soeharto | Siapa Sengman | Polwan Jelita | Lurah Lenteng Agung | Rupiah Loyo
Terpopuler
Sengman Pernah Hadir ke Wisuda Anak SBY?
Ahok Datangi Paripurna, Fraksi PPP Walk Out
Pedagang Ucapkan Terima Kasih kepada Jokowi
Luthfi Tutupi Sosok Bunda Putri ke Pengacaranya
Arsenal Akhirnya Dapatkan Mesut Ozil