TEMPO.CO, Jakarta-Jenderal Moeldoko, 56 tahun, risi juga membicarakan asal-usul kekayaannya yang melimpah. Namun ia tak bisa mengelak atas pertanyaan Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat dalam uji kelayakannya sebagai calon Panglima Tentara Nasional Indonesia, Senin dua pekan lalu. Ia pun harus menyampaikan asal-usul hartanya, yang total bernilai Rp 36 miliar--jumlah fantastis untuk ukuran tentara. (Lihat: Ini Daftar Lengkap Kekayaan Jenderal Moeldoko)
Perwira tinggi alumnus Akademi Militer 1981 ini mengatakan tak nyaman membicarakan kekayaan, sementara kondisi sebagian besar prajurit yang akan segera dia pimpin masih mengenaskan. Gaji mereka kecil. Banyak yang berada di jalan menjadi anggota satuan pengamanan atau centeng. Ada pula yang bertindak brutal. Karena itu, ia lebih suka membicarakan program yang akan dijalankannya untuk memimpin TNI. Di antaranya mengubah kultur prajurit. “Saya tak mau prajurit ugal-ugalan,” ujarnya.
Kamis malam pekan lalu, sekitar 14 jam sebelum dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Moeldoko menerima tim wartawan Tempo untuk wawancara. Di rumah dinas Kepala Staf Angkatan Darat, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, ia menjawab aneka pertanyaan, termasuk soal pundi-pundi kekayaannya. Wawancara selengkapnya ada di Majalah Tempo edisi Senin 2 September 2013.
Dari mana asal kekayaan Anda?
Terus terang, saya risi berbicara soal kekayaan. Tapi harus saya jelaskan kalau ada yang bertanya soal ini. Saya tak ingin ada suudzon (prasangka buruk). Di DPR, saya jelaskan semua meski saya merasa, kok, jawabannya norak banget. Tapi mau bagaimana lagi? Wong kenyataannya hidup saya dibantu mertua. Beliau memang sugih.
Seberapa kaya mertua Anda?
Mertua saya kontraktor dan punya usaha bangunan di Jawa Timur. Dia juga punya angkutan dan usahanya melimpah. Setiap anaknya yang menikah dikasih mobil. Istri saya anak pertama. Ketika kami menikah pada 1985, mertua sudah mewanti-wanti agar saya jadi prajurit yang bener saja. Enggak usah mikir macam-macam, karena untuk hidup sudah disiapkan mertua.
Anda menyebut kebanyakan adalah hibah. Bisa dibuktikan?
Banyak tanah saya dari mertua. Belum lagi warisan uang. Itulah mengapa saya hanya memikirkan bagaimana saya bekerja baik. Mungkin Anda tak percaya, ketika menjadi panglima divisi (Kostrad), saya tidak punya duit. Tapi saya membangun divisi itu dengan dana Rp 5 miliar. Begitu juga saya membangun markas Kodam Tanjungpura di Kalimantan. Memang ada dana dari Markas Besar Angkatan Darat, tapi sedikit, hanya separuh. Sisanya, kalau ada yang bisa dibantu dari kocek pribadi, dibantu. Ada juga dari pergaulan.
Pergaulan? Bagaimana Anda bisa menjaga konflik kepentingan?
Semua ada prosesnya. Pada akhirnya kita akan tahu mana yang tulus dan mana yang memanfaatkan. Kalau urusan bisnis dan pasok-memasok di tentara, saya enggak mau terima. Sebab, ini bisa menyandera bawahan saya. Jadi tak ada orang Moeldoko, orang istri Moeldoko, atau anak Moeldoko. Catat itu.
Apakah dari pergaulan ada juga yang memberi Anda?
Jujur, saya tak munafik. Saat saya masih bersekolah, ada teman yang mau membantu saya untuk urusan administrasi. Saya terima karena orang itu tak punya kepentingan apa-apa. Itu dulu, ketika saya belum tahu gratifikasi. Sekarang? Ya, enggak berani.
Soal kekayaan, Anda kenapa “jujur” melaporkan?
Saya bukan sok jujur. Warisan itu kan barang dari Tuhan. Nah, kalau saya menipu, saya punya kekayaan terus pura-pura menyebut sedikit, itu kan namanya menipu Tuhan. Kalau Tuhan marah dan kekayaan saya diambil, gimana? Ya, enggak mau. Toh, bisa dibuktikan.
TEMPO
Terhangat:
EDSUS Polwan Jelita | Rupiah Loyo | Konvensi Partai Demokrat | Suap SKK Migas
Berita Terkait:
Punya Mertua Kaya, Jenderal Moeldoko: Alhamdulilah
Sebagian Besar Harta Moeldoko dari `Hasil Sendiri'
Jenderal Moeldoko: Saya Bukan Ahli Surga
Ramadan Pohan: Wajar Harta Moeldoko Rp 36 Miliar