TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Sosial Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Hidayat Nur Wahid meminta pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh atas realisasi pencairan dana Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) tahap pertama. "Kami tak bisa menutup mata bahwa pemerintah tak siap, terbukti dengan adanya beragam data yang tak akurat," katanya, Kamis, 1 Agustus 2013.
Menurut Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini, pemerintah harus menyiapkan pencairan BLSM tahap dua dengan lebih matang. Hidayat juga mengkritik rencana pemerintah yang membebankan pembayaran BLSM bagi rumah tangga penerima tambahan pada anggaran daerah. Menurut dia, pembebanan itu akan menimbulkan masalah baru. "Bagaimana daerah bisa menganggarkannya, sementara pos anggarannya tidak ada. Bukankah pos APBD itu sudah jelas peruntukannya," ujarnya.
Mantan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ini meminta pemerintah memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk membongkar ulang data penerima BLSM. Daftar-daftar penerima yang ada mesti segera divalidasi ulang agar lebih tepat sasaran. Dia berharap kepala desa dan lurah dilibatkan dalam penetapan rumah tangga sasaran pengganti.
Selain itu, Hidayat menyarankan agar pemerintah segera menggandeng lembaga survei independen untuk menguji efektivitas BLSM ini. Sejauh ini, Hidayat menilai, BLSM yang dibagi-bagi pemerintah tak efektif membantu masyarakat. Kompensasi senilai Rp 150 per bulan dinilai Hidayat tak berarti bila dibanding dampak sosial yang ditimbulkan akibat kenaikan harga BBM.
Berdasarkan data resmi pemerintah, hingga 31 Juli kemarin, pencairan dana BLSM baru diterima oleh 91,61 persen RTS. Pemerintah sebelumnya menetapkan jumlah rumah tangga sasaran sebanyak 15,5 juta. Sekitar 1,3 juta RTS diklaim belum menerima BLSM karena terbatasnya jangkauan dalam distribusi, seperti terjadi di beberapa daerah di Papua dan Maluku.
IRA GUSLINA SUFA