TEMPO.CO, Yogyakarta - Tim psikologi yang melakukan pendampingan terhadap 42 saksi kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sleman menyatakan tidak ada saksi yang 100 persen kompeten memberikan kesaksian di persidangan.
Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Inspektur Jenderal (Purn) Teguh Soedarsono menyatakan hasil laporan ini saat paparan hasil tes psikologi saksi Cebongan di Hotel Santika Prima Yogyakarta, Senin 17 Juni 2013.
Yusti menyatakan, penilaian paling tinggi hanya pada kriteria cukup karena saksi masih merasa trauma. Temuan paling banyak adalah gejala klinis seperti depresi, trauma, dan rasa cemas.
Ia menambahkan, pemeriksaan psikologi dilakukan dengan empat metode. Yaitu tes formal, informal, wawancara kognitif, dan observasi. Berdasar kesimpulan itu, tim yang ditunjuk oleh LPSK itu memberi beberapa rekomendasi.
Antara lain, menyangkut model kesaksian. Dari 42 saksi hanya 31 orang bersedia datang langsung ke pengadilan. Sedangkan 10 saksi enggan menyampaikan keterangan secara langsung. Dua di antaranya merupakan petugas LP. Satu tahanan tidak bersedia memberi kesaksian. Namun, kata dia jumlah yang siap memberikan kesaksian langsung akan bertambah.
Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) itu menambahkan, meskipun saat ini mereka siap, pada saatnya sidang nanti belum tentu mereka siap. Sehingga pendampingan terus dilakukan hingga persidangan selesai.
Ia menyatakan, di samping model kesaksian, rekomendasi lain yang diajukan berkaitan tindak lanjut intervensi. Dari hasil pemeriksaan tim yang terdiri dari 18 orang selama dua minggu pekan terakhir, seluruh saksi dinyatakan perlu penguatan dan sentuhan prasidang. Yang membutuhkan tindakan konseling ada 13 orang.
Teguh sebagai Penanggungjawab Divisi Pemenuhan Hak Saksi dan Korban itu menambahkan, hasil laporan tersebut akan diserahkan kepada Oditurat dan Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Tembusannya disampaikan ke Ketua Mahmakah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), Menteri Hukum dan HAM, Pengadilan Militer Utama (Dilmilut), dan Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti).
Selain itu, hasil analisis itu juga akan diserahkan kepada Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad). Laporan itu diharapkan bisa menjadi bahan dalam menentukan keputusan penyelenggaraan peradilan. "Upaya ini agar proses persidangan berlangsung secara terbuka, dan terpercaya atau fair trial," kata Teguh.
MUH SYAIFULLAH