TEMPO.CO, Gorontalo - Pemerintah mengakui pencapaian program Kependudukan dan Keluarga Berencana belum optimal. Pencapaian KB Nasional dalam sepuluh tahun terakhir ini memperlihatkan posisi stagnan. "Total Fertility Rate TFR) stagnan pada angka 2,6," kata Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Julianto Witjaksono di Gorontalo, Selasa, 4 Juni 2013.
Ketidakoptimalan itu akibat penggunaan alat kontrasepsi yang cenderung tetap. Julianto menjelaskan, penggunaan kontrasepsi hanya naik 0,5 persen selama 5 tahun terakhir dari 61,4 persen pada 2007 menjadi 61,9 persen pada 2012. Menurut dia, situasi stagnan ini perlu diwaspadai dan ditanggapi secara serius. Apalagi, hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012 memperlihatkan indikasi mengkhawatirkan.
Persentase wanita berusia 15-49 tahun yang sedang hamil meningkat dari 3,9 persen pada 2007 menjadi 4,3 persen pada 2012. Sedangkan penggunaan kontrasepsi modern menurun pada wanita usia 25-29 dari 60,7 persen pada 2007 menjadi 60,4 persen. Pada usia 30-34 turun dari 64,7 ketika 2007 menjadi 61,8 persen selama tahun lalu.
Demikian pula pada pasangan usia subur dengan anak 1-2, turun dari 64,3 persen di 2007 menjadi 63,2 persen 2012. Terjadinya penurunan kebutuhan ber-KB pada pasangan usia subur kelompok muda, pada umur 20-24 turun dari 71,5 persen menjadi 68,6 persen, pada usia 25-29 dari 74,0 persen menjadi 71,9 persen di 2012.
Bahkan pada usia 30-34 penurunannya lebih besar, yaitu dari 78,5 persen di 2007 menjadi 74,1 persen pada 2012. Terjadinya peningkatan fertilitas pada wanita umur 25-29 dari 134 kelahiran per 1000 orang di 2007 menjadi 143 di 2012. Fertilitas pada umur 15-19 di perkotaan dari 26 kelahiran per 1.000 wanita menjadi 32.
Menurut Julianto, kondisi stagnasi ini dirasakan secara nyata di lapangan dengan menurunnya kegiatan operasional program Kependudukan dan Keluarga Berencana. Kegiatan yang pada masa sebelumnya dirasakan gencar dan bergaung, kini menurun, baik intensitas maupun mutu substansi yang disampaikan.
Di sisi lain, koordinasi dengan berbagai mitra kerja baik pemerintah maupun masyarakat seringkali tidak dapat dilaksanakan seperti yang pernah dialami pada masa lampau sebelum reformasi. "Akibatnya, peserta KB aktif tidak memperoleh pembinaan yang yang baik sementara peserta KB baru yang dicapai juga berkualitas rendah," tutur Julianto.
Memperhatikan kondisi tersebut, Julianto meminta bantuan semua pihak, jajaran Pemerintah Daerah, para PLKB/PKB, PPKBD, para Kader PKK-Kesehatan, para Tokoh Masyarakat, serta seluruh jajaran mitra kerja program KKB. Mereka diharapkan tetap bersemangat mengajak semua keluarga-keluarga untuk ikut KB.
SUNDARI SUDJIANTO