TEMPO.CO, Subang - Ada empat orang utusan dari 37 pemilik lahan yang tergusur proyek jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali), hari ini, Jum’at, 31 Mei 2013, berangkat ke Jakarta. Mereka mendatangi Komnas HAM dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain mengadukan nasib sebagai korban penggusuran, juga mengadukan dugaan penggelembungan harga ganti rugi lahan yang dilakukan Tim Pengadaan Tanah (TPT) Tol Cipuli kepada warga yang sudah bersedia melepaskan lahannya.
Salah seorang utusan, Dadang Hidayat, menjelaskan pengaduan ke Komnas HAM dan KPK ditempuh karena berbagai upaya warga untuk mendapatkan ganti rugi yang layak tak membuahkan hasil, termasuk pertemuan mediasi dengan TPT di Markas Kepolisian Resor Subang pada Kamis, 30 Mei 2013. ”Semula kami berharap ada keputusan tentang harga ganti rugi. Malah kami digiring untuk melakukan gugatan ke PTUN,” kata Dadang kepada Tempo, Jum’at, 31 Mei 2013.
Dadang, warga Desa Karangmukti, Kecamatan Cipeundeuy, berangkat ke Jakarta ditemani Parta dan Ahmad, warga Desa Marengmang, Kecamatan Kalijati, serta Rosmana, warga Desa Padaasih, Kecamatan Cibogo. Mereka mewakili 37 pemilik lahan untuk jalan tol Cipali atau megaproyek jalan bebas hambatan Trans-Jawa, yang sampai saat ini belum mendapatkan ganti rugi.
Menurut Dadang, 37 pemilik lahan tersebut perlu meminta perlindungan Komnas HAM, terutama setelah adanya surat yang berisi pengusiran agar mereka meninggalkan lahannya. Padahal hingga kini belum tercapai kesepakatan harga ganti rugi selain yang ditetapkan oleh TPT.
Lahan seluas 2.816 meter persegi milik Dadang di Kampung Ciomas, Desa Karangmukti, Kecamatan Cipeundeuy, dihargai Rp 60 ribu per meter persegi, padahal harga pasaran saat ini sudah mencapai Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Adapun bangunan rumahnya dihargai Rp 1,2 juta per meter persegi, sedangkan saat ini Rp 3 juta per meter persegi. ”Tidak akan saya lepaskan. Tanah dan rumah saya belum dibayar ganti ruginya,” ucap Dadang.
Salah seorang pemilik lahan lainnya, Imik Holimah, memaparkan setidaknya sudah delapan kali dilakukan pertemuan dengan TPT. Namun, warga selalu pada posisi yang lemah. Lahan sawahnya seluas 23.800 meter persegi yang berlokasi di Desa Pada Asih, Kecamatan Cibogo, sejak proses musyawarah pertama pada 2006 sampai sekarang hanya dihargai Rp 12.800 per meter persegi. Padahal harga pasaran tanah di sana saat ini Rp 500 ribu per meter persegi.
Itu sebabnya, seperti juga warga lainnya, Imik bertekad tetap mempertahankan tanahnya. “Daripada dibebaskan dengan harga yang telah ditetapkan sepihak oleh TPT, lebih baik sawah saya tembok saja,” ujar Imik.
Ketua TPT Jalan Tol Cipali Eten Roseli tetap mempersilahkan para pemilik lahan melakukan gugatan ke PTUN Bandung untuk menuntut uang ganti rugi yang diinginkannya. ”Kami akan melayaninya,” tuturnya.
Menurut Eten, Gubernur Jawa Barat juga harus ikut digugat karena merupakan pihak yang menetapkan dan menandatangani harga ganti rugi berdasarkan hasil taksiran konsultan apraisal.
Eten menjelaskan, dari 116 kilometer panjang ruas jalan tol Cipali, yang membentang antara Cikopo, Purwakarta-Subang-Indramayu-Majalengka-Cirebon itu, yang belum dibebaskan tinggal dua kilo meter. ”Satu kilometer berada di wilayah Kabupaten Subang, satu kilometer lagi di Kabupaten Majalengka.”
Seharusnya proses perataan tanah jalan tol Cipali senilai Rp 12,5 triliun itu selesai medio April 2013. Namun akibat adanya lahan yang berlum diganti rugi, pengerjaan proyek menjadi molor.
NANANG SUTISNA
Topik Terhangat:
Tarif Baru KRL | Kisruh Kartu Jakarta Sehat | PKS Vs KPK | Vitalia Sesha | Ahmad Fathanah
Berita Terpopuler
Bagikan KJS, Jokowi Disebut Pencitraan
Penulis Surat Pembaca Keberatan Didenda Rp 1 M
Jaksa Sebut Hercules Ancam Polisi